Senin, 09 November 2009

Sekali Lagi: Dokter Gigi

Saya sama seperti sekitar 769.388.235 manusia lainnya *mungkin lebih, mungkin kurang, it’s just a rough estimation* yang lebih memilih mengisi TTS berukuran 1m x 1m dibanding harus ke dokter gigi. Seperti yang pernah saya posting disini, bahkan ujian pun terasa seperti liburan ke Ancol dibandingkan kalo harus ke dokter gigi. Tapi beberapa minggu yang lalu, saya terpaksa mesti berhadapan dengan dokter gigi lagi. Tapi sekali ini, bukan saya yang bermasalah dengan gigi, melainkan keponakan saya yang baru menginjak usia 6 tahun, si Dian *atau Didut, atau Duduy, atau Unyil, tergantung sebaik hati apa saya waktu memanggilnya*. Diawali dengan Dian yang mengeluh sakit gigi di suatu hari, saya dan Mama dengan berbekalkan sebuah emergency lamp berukuran mini mencermati mulut Dian yang kami perintahkan untuk dibuka selebar-lebarnya. Berdasarkan hasil observasi kami, sepertinya ada dua buah penampakan di gigi geraham Dian yang bagi kami merepresentasikan lubang. Kareena kebetulan mamanya Dian sedang pulang menjenguk ibunya di Brebes sana, siapa lagi yang harus menerima tongkat kehormatan berisikan tugas mengantar Dian ke dokter gigi? Fedi Nuril? I WISH! Tentu saja saya yang menjabat sebagai tante yang gemilang inilah yang harus tabah diseret Dian untuk mengantarkannya ke dokter gigi. Menyesuaikan dengan jadwal saya dan jadwal sekolah Dian, disepakatilah suatu hari Sabtu yang cerah ceria sebagai saat yang dianggap tepat untuk menyambangi dokter gigi. Tapi begitu saya sampai di tempat praktek dokter gigi yang dituju, saya terpaksa harus menghadapi satu fakta yang menyakitkan:

sang dokter gigi telah pergi! Dia pindah tempat praktek!

Duh, betapa hancurnya hati kami ketika menerima kenyataan bahwa sang dokter gigi yang telah menjadi langganan kami selama SEMBILAN tahun pergi begitu saja meninggalkan kami tanpa pesan apapun, selain secarik kertas yang ditempel di pintu tempat prakteknya yang lama, bertuliskan alamat praktek barunya… Anyway, the show must go on: Dian tetap harus ke dokter gigi. Siapapun dokternya. Maka dengan berbagai pertimbangan, Mama menitahkan saya untuk mengantarkan Dian ke seorang dokter gigi lain, yang lokasi tempat prakteknya… ga sampe 500 meter dari rumah kami.

To cut the story short, duduklah Dian di kursi pasien, dengan sang dokter, seorang laki-laki muda berwajah dan berbadan bundar yang mengutak-atik gigi Dian. Setelah beberapa menit, mas doketr pun memanggil saya, dan menunjukkan sebuah gigi yang tumbuh di belakang gigi lainnya. Menurut mas dokter, gigi yang mulai tumbuh itu adalah gigi permanen, tapi gigi susu yang seharusnya digantikan oleh gigi itu belum goyah, sehingga harus dicabut. Dian, yang masih terlalu muda dan belum mengerti akan kejamnya dunia, manggut-manggut saja mengiyakan waktu dokternya bertanya, apakah Dian mau aja giginya dicabut. Sementara si pengantar yang manis ini *yaitu saya sendiri* tiba-tiba saja menghadapi dilema, antara pengen langsung balik kanan dan lari, tapi juga ga sanggup membayangkan bagaimana komentar Mama kalau tahu saya mundur tidak teratur saat harus menemani Dian cabut gigi. Akhirnya, setelah setengah menit kebimbangan, saya dengan nada suara yang sungguh tidak mantap ngomong: “Ya udah Dok, cabut aja”. Dian pun bersiap. Saya memegangi tangannya sambil mewanti-wanti dia: “Dian, nanti buka mulut terus ya. Terus kalo sakit dan Dian mau nangis. NANGIS AJA. Gapapa kok. Tante Ami aja nangis kok waktu giginya dicabut.”. Walaupun menguat-nguatkan diri, saya tetep aja nyaris pengen terjun ke sumur begitu melihat mas dokter tanpa perubahan ekspresi mengeluarkan TANG. Atau apapunlah namanya, bagi saya alat yang dia keluarkan terlihat seperti tang yang biasanya dipakai untuk mencabut paku dan semacamnya. Sempat terjadi dialog singkat antara saya dan Mas Dokter:

Mas Dokter: *ngomong ke Dian* Ga papa kok Dik, ga sakit kok. Beneran deh.

Saya: Dok, SEMUA dokter gigi ngomong gitu sebelum mencabut gigi pasiennya.

Mas Dokter: *menatap saya sambil tersenyum* oh ya?

Saya: Iya. Dan bagi saya, mereka semua berbohong.

Mas Dokter: …

Prosesnya singkat. Tiba-tiba saja si dokter sudah mengacungkan tang yang membawa sebuah gigi mungil. Dan begitu melihat darah mengalir dari lubang mungil di mulut Dian, saya langsung nangis. Dian? Dia diem. Dengan ekspresi kosong. Dia mengikuti suruhan dokter untuk berkumur dan menapalkan segulung kapas di lubang yang berdarah itu. Tapi dia tidak ngomong apapun. Sedikitpun. Teriak juga enggak. NANGIS JUGA ENGGAK. Saya, dengan mata yang berlinangan air mata, bengong menatap dia. Setelah beberapa detik keheningan *selain suara isakan saya*, saya dan mas dokter berbarengan nanya ke Dian: “Sakit ga?”. Dian mengangguk. Masih TANPA MENANGIS SEDIKIT PUN. Masih penasaran, saya lalu nanya lagi: “Terus, kok Dian ga nangis?”. Masih dengan wajah tanpa ekpresi, Dian menyahut: “Dian nangisnya dalam hati”.

Si dokter manggut-manggut sambil tersenyum puas. Saya berasa pengen menggaruk-garuk lantai keramik…

Minggu, 08 November 2009

Random Things (2)

Another unproductive month for me, in terms of updating this blog. Jadi, marrreeee… Kita rapel apa saja yang sebenarnya pengen saya cuap-cuapkan selama ini.

(1) Pak Hatta Jadi Menteri

Bulan kemaren, perhatian sebagian besar rakyat Indonesia tertuju pada berita siapa saja yang dipanggil ke Cikeas. Mengutip istilah salah satu reporter TV (kalo ga salah dari TV One deh), salah satu nama yang kurang familiar bagi orang adalah Prof. Dr. Ir. H. Gt. Muh. Hatta. Iya, kalo orang lain mungkin ga familiar. Tapi bagi kami orang banua *duh, istilahnya :D*, apalagi yang merasa sebagai civitas akademika Unlam, justru merasa paling kenal sama Pak Pembantu Rektor I Unlam ini. Saya sih tidak begitu kenal secara pribadi dengan Pak Hatta. Yang lebih kenal malah Abah nya saya. Secara waktu kuliah dulu, kamar mereka sebelahan di asrama mahasiswa. Kata Abah sih, Pak Hatta itu dulu salah satu qori terkenal di kalangan mahasiswa. Dan dia yang dengan baik hatinya mengurus proses wisuda Abah. Jadilah kami di rumah memandangi layar TV yang menampilkan wajah ramahnya Pak Hatta. Dan saya jadi ingat kejadian 3-4 tahun yang lalu, waktu saya ditelfon beliau. Bukannya apa-apa. Waktu itu, beliau menelfon saya lewat HP saya untuk mengabari bahwa saya bertugas mengawasi tes PMDK Unlam di Kandangan. Masalahnya, waktu menerima telfon itu, saya sedang… gosok gigi… Jadilah saya menjawab telfon itu dengan mulut yang penuh busa sambil agak keselek odol dikit.

Anyway, selamat buat Pak Hatta. Salut! Mudah-mudahan bisa mengemban amanah untuk ngurus lingkungan hidup di Indonesia, sekaligus ikut berpartisipasi in global environmental movement and protection! Not an easy job, huh? But we wish you all the best of luck…

(2) Kopi Darat

Sebelumnya sih memang udah pernah ketemu dengan ibu dokter yang satu ini. Tapi dalam kondisi saya yang setres tralala gara-gara proyek PBI itu. Kemudian interaksi berlanjut melalui celaan-celaan komentar-komentar virtual. Akhirnya, setelah beberapa kali penundaan, saya berhasil nongol di kantornya yang cuma berjarak sepadang rumput ilalang dari kantor saya. Dan dengan penuh integritas sebagai tamu penting, saya minta cemilan dan teh kotak. Sayangnya mahluk sok seksi yang satunya lagi ga ada di tempat, karena mesti kembali ke kampusnya untuk menyambut masa-masa menulis tesis. Kapan-kapan maen kesana lagi aaaahhhh… :D

(3) Pildek

Yang adalah singkatan dari Pemilihan Dekan. Periode lalu, secara calon yang memenuhi syarat untuk jadi dekan ya cuma satu orang *yang saat itu tengah menjabat sebagai dekan*, ya berlalu begitu saja. Tapi untuk tahun ini, ada 4 calon yang maju. Dan mantepnya nih, dari keempat calon tersebut, TIGA orang calon berasal dari program studinya saya. Canggih ga tuh??? Dan proses pildek kali ini lengkap dengan acara kampanye segala. Not bad, sebagai langkah awal menciptakan suasana yang lebih demokratis di kampus. Apalagi proses penjaringan aspirasinya sekarang lebih terbuka. Pake acara nyontreng surat suara segala. Anak-anak BEM dan Himpunan Mahasiswa adalah golongan yang hitungannya paling vocal. Mereka malah dengan mantapnya bikin kontrak politik segala untuk ditandatangani oleh para calon dekan tersebut. Di satu sisi, baguslah, para mahasiswa mulai sadar dan berani mengeluakan aspirasi mereka. Tapi di sisi lain, pas baca kontrak politiknya, yaaa… setengah berasa gemes juga sihhhhh… I mean, COME ON! Be a little more realistic deeeehhh… Minta pengadaan 40 unit komputer dalam jangka waktu 3 tahun? Komentar dosen-dosen yang baca rata-rata senada: “Mau ditaruh dimanaaaaa???”. Anyway, pemilihannya udah berlalu. Pemenangnya udah ketahuan siapa. Sekarang tinggal menunggu, bagaimana sikap sang pemenang dan para yang belum menang menghadapi hasil pemilihan dekan ini? Biarlah waktu yang menjawabnya *berasa geli sendiri ga sih membaca kalimat barusan? So not me deh gaya bahasanya*

(4) Seputar Saya dan TV

Lagi berpikir gimana caranya membujuk Mama dan Abah untuk berhenti langganan layanan TV kabel yang kami pake sekarang, dan menggantinya dengan layanan dari penyedia lain. Pertama, mereka menghilangkan AXN dan HBO. Sungguh menyebalkan. Beberapa minggu kemudian, giliran National Geographic dan Discovery Channel yang raib. DDDOOOOOOHHHHH!!! Dan Mama-Abah masih setia mempertahankan layanan ini dengan satu alasan yang membuat saya setengah miris sepertiga ga ngerti: “kasian sama orang yang tukang tagihnya…”. Oh Mama, betapa baik hatinya dirimu… Tapi tetep aja: KAN GA ADA LAGI YANG BISA DITONTON!!! Mau nonton TV Indonesia? Isinya sinetron mulu. Apalagi S*T*. Sampai saya matiin TV jam 2 dini hari *I am a night person*, tetep aja yang muncul bolak-balik artis-artis sinetron dengan ekspresi yang lebay tralala. Akibatnya saya sekarang kalo liat Shireen Sungkar bawaannya pengen ngelempar dia pake batu bata. Padahal saya tahu kok, kan dia ga salah apa-apa, selain iseng jadi penyanyi padahal ga bisa nyanyi. *dengan ngeri membayangkan Shireen menyanyi: “Kamu kamu kamu lagi… Apa sih, maumu, kerjaanmu mengganggu…"*.

That’s it for now… I’ll be back *soon, I hope :D* !!

Senin, 12 Oktober 2009

Seandainya Ahmad Dhani bisa Dipecat…


“You’re fired”. Cuma dua kata sih, dan hampir semua orang yang berstatus atasan bisa ngomong kayak gini. Tapi kalo yang ngomong Donald Trump dalam acara The Apprentice, efeknya jadi bedaaaa banget kalo dibandingkan yang ngomong adalah saya. Dari dulu, saya dan adek saya cinta mati dah sama acara yang satu ini. Dan sampai sekarang kita bener-bener tidak bisa menemukan logika kenapa Indosiar berhenti menayangkan acara ini, dan malah berbalik arah menayangkan sinetron berartis Indonesia yang berdialog dalam bahasa Indonesia yang tidak baik dan tidak benar/bahasa jawa/bahasa Arab/bahasa Malaysia. Sungguh suatu kejatuhan yang menghentak eksistensi dan harga diri suatu stasiun televisi.

Anyway, walopun telat beberapa tahun, saya dan adek saya akhirnya bersama-sama nonton DVD The Apprentice Celebrity Season 1. Saya punya VCDnya udah dari kapan, dan udah nonton. Tapi adek saya belum. Dan meskipun kami berdua punya selera musik yang tak akan pernah menyatu, kalo soal menonton acara kayak gini dan mengomentarinya, we are partners in crime.

Karena nonton bareng ini kami jadi punya beberapa pemikiran hasil kontemplasi kami bersama terhadap isi dan makna dari The Apprentice pada umumnya, dan The Apprentice Celebrity pada khususnya.

  1. Ivanka Trump itu sungguh BIKIN NGIRI abis. Dia mau pake baju apa aja tetep keliatan kayak foto model. Oh, oke, dia memang foto model sih. Tapi maksud kami, dia beneran CANTIK BANGET. Dan cantiknya adalah cantik yang mengintimidasi, karena dia juga keliatan oh-sungguh-cerdas-dan-tangguh-nian kalo lagi ngomong. Paris Hilton mungkin nasibnya ga jauh beda dari Ivanka, sama-sama ditakdirkan lahir dari orang tua yang hartanya ga abis-abis sampe tujuhbelas turunan. Tapi kalo ngeliat Paris mah ujung-ujungnya jadi kasian, cantik-cantik tapi lemot jaya. Kalo Ivanka, asli, she’s smart. Duh, beneran ada ya manusia kayak gitu yang beneran idup, bukan cuma mitos doang?
  2. Kalo misalnya Indonesia bikin The Apprentice Celebrity, kira-kira, siapa aja ya pesertanya? Kalo versi aslinya kan 7 cowok, 7 cewek tuh. Aku dan Ita sempat berdiskusi serius mengenai para selebritisnya Indonesia yang kayaknya seru kalo dimasukin sebagai peserta. Kalo menurut versi saya *plus beberapa masukan dari Ita* nih ya:

Peserta Cewek: Julia Perez, Andi Soraya, Cinta Laura, Sherina Munaf, Angelina Sondakh/Artika Sari Devi, Fira Basuki/Ayu Utami/Dewi Lestari, Melly Goeslaw

Tiga nama pertama memang bener-bener cuma for entertainment purpose, untuk memuaskan nafsu mencela, dan kami bener-bener tergoda untuk memasukkan nama Dewi Perssik. Nama-nama sisanya, apalagi Sherina dan Angelina/Artika, memang saya pikir bakal bisa menunjukkan kecerdasan mereka kalo ikut acara kayak The Apprentice. Melly juga saya masukin karena bagi saya, Melly adalah satu dari sedikit penyanyi wanita Indonesia yang keliatan banget punya kepribadian yang kuat.

Peserta cowok : Christian Sugiono, Ahmad Dhani, Eross Chandra (SO7), Saiful Jamil, Desta Club 80s/Ringgo Agus Rahman, Ananda Mikola/Taufik Hidayat, Dave Hendrik/Ivan Gunawan

Umm… agak ga imbang ya kayaknya kekuatan tim cowok dengan tim cewek? Heueheuheue… Christian, tentu saja adalah jenis seleb yang ingin kami lihat dalam acara apapun. Ahmad Dani, sungguh, kami pengen liat gimana dia bisa bekerja sama dengan orang lain. And we really want to see his expression when somebody says” You’re fired” to him. Saiful Jamil? Liat alasan kenapa kami memilih Jupe-AndiSoraya-Cinlau. Eross? Ga tau kenapa, saya pengen aja. Lagian kayaknya seru aja melihat Eross yang biasanya polos-ndeso dan Jowo tenan itu ikut acara kayak ginian. Sisanya mah, biar seru aja. Eh, apa kalo Deddy Corbuzier dimasukin, gimana kira-kira?

Well, itu pilihan saya dan adek saya sih. Cuma sekedar berandai-andai. Apalagi kalo mengingat egonya para seleb kita, yang ga bisa kesinggung dikit langsung mengajukan tuntutan atas “pencemaran nama baik” atau “perbuatan tidak menyenangkan”, kayaknya nyaris tidak mungkin para seleb tersebut mau ikut acara kayak ginian. Konsekuensinya itu lho bo’, DIPECAT!! Eh, tapi seandainya banget, acara The Apprentice Celebrity versi Indonesia beneran ada, kayaknya saya bakal jadi salah satu penonton setia deh :D

Minggu, 04 Oktober 2009

Saya Mungkin Tak Sekuat Mereka

Innalillahi wa inna ilaihi roji’un… Saya bersama berjuta rakyat Indonesia kembali meneteskan air mata. Bumi pertiwi ini kembali bergoncang, dan kita hanya bisa terpekur melihat bukti, betapa manusia sungguh tak berdaya di hadapan Sang Pencipta Alam… Belum sebulan berlalu semenjak para saudara kita di Jawa Barat berduka, tanggal 30 September kemarin Tanah Andalas dirundung duka. Sungguh, gempa dengan skala 7,6 Skala Richter itu telah meninggalkan satu lagi catatan duka bagi Indonesia.

Dan saya merasa malu pada keluh-kesah saya, yang tak ada artinya dibandingkan duka mereka yang kehilangan segalanya.

Betapa saya benci pada ketidakberdayaan saya untuk sekedar meringankan beban mereka.

Saat mereka dengan penuh linangan air mata berkata, mereka mengikhlaskan kepergian orang-orang tercinta, bahwa mereka pasrah dan hanya bisa berserah diri pada Yang Kuasa, saya merasa tertampar.Sanggupkah saya sekuat mereka? Mereka kehilangan apa yang mereka bangun selama bertahun-tahun. Mereka tak akan bertemu kembali dengan orang-orang yang paling mereka kasihi. Dan mereka masih sanggup untuk berdiri dan berkata, “Inilah cobaan dari Alloh SWT”, meski dengan air mata yang tak henti menderas di wajah mereka. Sanggupkah saya memiliki kekuatan sebagaimana mereka untuk mengikhlaskan yang terjadi?

Dan saat saya memandang wajah-wajah mereka, secangkir kopi yang saya teguk saat ini terasa jauhlebih pahit daripada biasanya…

Ya Alloh, sungguh, Engkaulah yang Maha Tahu, apa yang terbaik bagi kami semua…

Ya Alloh, berikanlah mereka ketabahan dan kekuatan untuk tetap berjalan, dan tetap meyakini bahwa dengan kasih sayangMu, selalu masih ada harapan…

Selasa, 29 September 2009

Lebarannya Saya dan Pasca Lebarannya

Gimana, gimana Lebarannya sodara-sodara?? Doh, udah lewat seminggu sih.. Tapi, mohon maaf lahir dan batin yak! Secara aku nyadar diri, dengan kelakuan yang begini adanya, itu dosa yang nyadar aja numpuk, apalagi yang kagak nyadar… Jadi, seriously, I do apologize for everything. Seperti kata Mas-mas di pom bensin, “dimulai dari nol ya…”.

Tahun lalu Lebaran di negaranya Kevin Rudd, tahun ini udah kembali ke Banjarmasin tercinta.

Nyaris sama dengan kejadian rutin yang dialami ribuan rakyat Indonesia yang menyandarkan kehidupan sehari-harinya pada asisten rumah tangga, menjelang Lebaran saya selain kerja sebagai dosen *a fact that a lil’ bit unbelieveable for people who knows me*, juga nyambi jadi kuli rumah tangga, secara si Mbak memutuskan untuk menghilang dari kehidupan seharai-hari rumah tangga kami. Tidak sekedar mudik sodara-sodara, si mbak ini memutuskan untuk pensiun dini dari profesinya di rumah kami. Demi suatu pilihan yang menurut dia lebih baik: bantuin bibinya yang dagang ayam di pasar untuk nyabutin bulu ayam. What a choice.

Hari terakhir puasa, penghuni rumah bertambah *sementara* dengan kehadiran adik tercinta saya *dan tolong, kata-kata ‘tercinta’ itu bisa berarti macam-macam*. Secara dia adalah contoh perantau di kota Jakarta yang gampang banget nyari makanan enak, dia memproklamirkan diri menjadi seksi konsumsi di rumah kami dalam rangka Lebaran. Tuduhan sinisnya pada saya bahwa saya bersemangat menyambut kedatangannya hanya demi kue Lebaran, tentu saja diakui kebenarannya dengan penuh kesadaran oleh diriku yang jujur ini. Dan mungkin, di balik sikap keibuannya, Mama pun sepertinya diam-diam lebih memilih kue-kue yang dibawa oleh Ita dibanding kue yang dengan bangganya daku bawa pulang dari Martapura. Ya iyalah, aku bawa pulang kue lapis legit kukus cap Haji Enong, si Ita bawanya Opera Cake dalam kotak berlabelkan “Harvest”. Gimana ga njomplang? Heuheueheue… Masih menyangkut urusan dapur, dengan bangga saya umumkan bahwa Lebaran kali ini saya bener-bener MEMASAK. Suatu hal yang menjadi terobosan besar bagi saya, secara biasanya hubungan paling mesra antara saya dan dapur cuma berkutat di sekitar urusan cuci piring di dapur. Tahun lalu memang saya bela-belain bikin wadai Ipau, tapi itu kan dalam kondisi dan situasi yang cukup memaksa saya untuk melakukannyaaaaa… Jadi di hari terakhir Lebaran itu saya menghabiskan berjam-jam penuh perjuangan di dapur untuk bikin macaroni panggang dan pudding. Keren. Canggih ya saya? Mama yang sempat terpana dengan kejeniusan mendadak saya lalu menambahkan tugas untuk membuat agar-agar coklat. Cuma pake bubuk instan doang sih, yang tinggal tambah air, dimasak sampe mendidih, udah. Dan saya pun sukses. Untuk menggosongkan agar-agar coklat itu. Iya sodara-sodara, agar-agar, “kue” paling gampang segalaksi Bima Sakti ini, dan saya masih aja gosong bikinnya. Betapa terpukulnya diri saya. Mama lebih terpukul lagi, memandangi pancinya yang gosong berkerak hitam. Eh, tapi pudding yang bikinan saya lumayan sukses kooooookkk… seriusan. Makaroni panggangnya juga lumayan. Lumayan bener bentuknya. Rasanya lumayan kurang asin, jadi mesti dimakan pake saos tomat biar ada rasanya.

Lebarannya sendiri, pas hari-H tuh ya… Sempet diwarnai dengan insiden Mama yang nyaris ketinggalan mukena pas udah jalan 50 meter dari rumah. Dan seperti biasa, hari H lebaran ini adalah saatnya dimana keluarga dari pihak Abah bermunculan. Sama sepupu-sepupu dan kerabatnya Mama. The bottom line is, di hari itu kami harus mencuci gelas dengan jumlah yang setara dengan jumlah kumulatif gelas yang kami pake selama 2 minggu pada hari-hari biasa. Menurut estimasi Yana, total tamu yang datang dalam 5 gelombang itu sekitar 60an orang kali ya…

Setelah Lebaran, kan masih ada tuh cuti bersama, dan setengah sengaja setengah tidak sengaja, saya menambah jatah cuti bersama itu dengan bolos mandiri. Hari Kamis memang saya males dateng ke kampus, sementara di hari Jum’at, saya baru nyadar bahwa saya ada jadwal ngajar jam 8 pagi pada saat saya lagi ngejemur cucian pada jam 07.55. Apa mau dikate… Besoknya, saya dengan manisnya nyengir waktu ngelewatin Gedung Serba Gunanya Unlam, dimana para Civitas Akademika Unlam lagi pada bersama-sama merayakan Dies Natalis Unlam ke-61, sementara saya jalan-jalan sekeluarga.

Apa saja yang saya lakukan dalam rangka berkegiatan di libur cuti bersama *plus bolos mandiri* tersebut? Salah satunya: nonton infotainment dwwooooongggg… Termasuk mencermati *dan tentu saja, mengomentari* kegiatan adik kita Chinchah Lowrah yang diliput saat membuat kue Lebaran khas keluarganya dia. Kue Lebaran dengan nama yang sungguh keren: “Banana and Carrot Cake”, yang begitu jadi tampilannya ga ada bedanya sama kue bolu biasa. Salah satu statement yang agak menohok perasaan saya yang halus ini, waktu Dek Chinchah ngomong: “Aku biasanya ga begitu suka ya, cake dan cookies yang suka ada waktu Lebaran itu, karena too much sugar, nyaris ga natural sama sekali, itu kan sangat tidak healthy”. FYI, saya menonton dia ngomong begitu setelah baru saja menghabiskan 2 potong Opera Cake, 3 potong black forest cake, secangkir Nescafe 3in1 Original, dan sedang memeluk mesra setoples Kaastengels.

Anyway, sekali lagi, Selamat Lebaran semuanyaaaa…

Semoga Lebaran kali ini ga cuma berarti Ramadhan sudah berakhir, tapi juga awal bagi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik… AMIIIIINNNN!!!

Minggu, 06 September 2009

Berantem demi Membela Kebenaran

Beuh. Judulnya aja udah kayak Ksatria Baja Hitam gitu yak? Nggak kok. Itu mah judul yang hiperbolis. Jadi ceritanya gini. Siang-siang *jam setengah dua-an gitu*, panas-panas, lagi puasa pula, di depan Pasar Malabar yang ruwet, semrawut dan berdebu, gua dong dengan beraninya berantem sama tukang tipu orang. Well, to be exact, salah satu dari rombongan tukang tipu. Hhh.. Sebel deh gua.

Sebenernya setori alias cerita soal rombongan tukang tipu ini udah rada lama. Sebelum aku berangkat sekolah kemaren pun aku udah sering bertemu dengan rombongan tukang tipu keliling ini. Bahkan tukang mopnyet keliling pun sepertinya jauh lebih bermartabat dibandingkan rombongan penipu ini. Modus operandi mereka mah dari dulu ga berubah. Mereka bakal naik angkot alias taksi kuning yang mangkal di luar Pal 6. Berombongan, tapi ya, pura-pura saling ga kenal. Terus salah satu dari mereka bakal mulai beraksi dengan nanya-nanya arah ke Pelabuhan. Cerita berlanjut, si “perantau” ini bakal mengeluh ga punya ongkos. Lalu dia bilang dia punya cincin yang mau dia jual. Anggota kelompok lain ceritanya mau beli, tapi cuma bawa uang 200-300rebu, padahal si perantau pengennya lebih dari itu, Biar drama mereka lebih meyakinkan, ada tuh Pa Haji yang berlagak bisa memeriksa keaslian si cincin, dan meyakinkan orang-orang kalo cincin itu asli dan bernilai tinggi. Intinya mah, mereka berusaha supaya orang atau calon korban merasa tertarik dan end up membeli cincin palsu *yang kagak ada bagus-bagusnya itu*. Udah gitu, beberapa anggota dalam rombongan pencuri berfungsi sebagai penggembira alias tukang memanas-manasi calon korban untuk membeli cincin itu. Sebenernya nih, 2 tahunan yang lalu aku udah pernah bermasalah langsung sama mereka, gara-gara aku berusaha memberitahu ibu-ibu yang jadi korban mereka. Gua rada dijegal gitu waktu mau turun dari angkot, dan pas turun juga masih dikejar, dan diomel-omelin sama mereka.

Nah, hari ini tadi, tumben-tumbenan aku naik angkot ya kebareng rombongan ini lagi. Tadinya gua sempet ga nyadar, secara anggota komplotan mereka ternyata berganti formasi, kecuali satu orang yang duduk di sudut banget. Nah, pas si angkot jalan, filing gua udah ga enak aja waktu laki-laki yang duduk di sebelah aku nanya-nanya ni angkot mau kemana. Eh, bener, polanya terulang lagi. Tapi yang ditawarkan kali ini adalah semacam jimat gitu. Duh. Gua udah istigfar aja berkali-kali. Bulan puasa, masiiiih aja nyari nafkah dengan cara nepu tepu gitu. Dan yang tambah bikin gua miris adalah kok ya ada Mas-mas yang ketipuuuu… Padahal dalam angkot gua udah berusaha ngasih isyarat ke cowok itu. Eh, pas aku turun di Malabar, si cowok itu turun juga. Aku tanyain si cowok, eh, dia beneran jadi beli. Dooohh… Pas aku bilang kalo dia ditipu, salah satu anggota regu pencuri itu ternyata juga turun tuh, langsung dong dia nyamperin aku dan marah-marah ke aku. Ga tau dapet keberanian dari mana, atau akunya aja yang udah gatel pengen nyolot, aku bales marah-marah ke dia. Jadi ya gitu. Bayangkanlah seorang laki-laki berusia 30an bertampang tukang tipu berkulit kelam segelap pekerjaannya dengan tampang ala preman yang beradu mulut dengan seorang gadis (manis, tentunya :D) berbaju dress warna hijau dengan kerudung hijau pink di depan rombongan tukang ojek. Beuh. Gua udah bodo amat mau diliatin orang. Pokoknya mah aku ngomel-ngomel bernada tinggi, sementara si laki-laki penipu itu juga marah-marah ke aku. Si cowok korban penipuan itu malah bengong. Aku ga ngerti, akhirnya dia percaya sama aku apa gimana.

Sebenernya deep down inside, aku rada nyesel, kenapa ga semenjak dalam angkot itu aja ya aku udah nyolot kalo mereka itu rombongan ga bener.

Duh, masih berasa miris aja kalo inget rombongan itu. Lebih miris lagi kalo ada yang jadi korban mereka…

Jumat, 04 September 2009

Random Things (1)

Gileeee… Berasa lama banget ih ga nulis-nulis disini. Begitulah. Bawaannya ngantuk melulu. Dan karena ini siang menjelang pukul 2, dimana rasa kantuk udah banget-banget, let me just post random things that happen to me recently.
  1. Puasaaaa…

Duh, perasaan baru kemaren gua puasa di lain benua. Ternyata udah setahun cing! Emang beda ya puasa di kampung halaman sendiri sama di negri orang. But it’s just so nice to hear the adzan coming from the mosque near my house. Kayak iklan the botol s*s*o, “nikmatnya tak tergantikaaaan…”. Betewe, ponakanku si Diduy duy duy durududuy ikut puasa jugaaa… Bangga deh, dari 12 hari puasa ini dia biasa puasa full sampe Maghrib itu 9 hari. Keren ya? Baru kelas 1 SD lho padahal. Dan kita juga di hari-hari awal malah khawatir dan menyuruh dia puasa setengah hari aja. Tapi dia dengan tekad berlapis titanium ngomong: “Dian masih kuat koook..”. Aduh, ponakan kuuuu… Perasaan malah lebih lemes gua deh dibanding dia. Seringkali kami sekeluarga memang merasa bangga melihat prestasinya yang bias puasa dull, tapi juga suka ada momen-momen dimana kita suka mau histeria lalala kalo melihat napsu makannya pas buka puasa. Ih, dia mah porsi standar orang dewasa, bukan porsi anak umur 6 taon yang baru aja belajar puasa.

  1. Back to Campus

Tapi sekarang, back to campus dengan status yang mengoreksi tugas instead of doing it. Huhuuuuy…!!! Dapet jatah dua mata kuliah, Kimia Dasar (obviously, dari dulu dapetnya itu) sama Kimia Lingkungan. Tadi udah sempet seneng. Tapi ternyata, bukan cuma mata kuliah, gua juga dapet jatah koordinator untuk 4 praktikum. Siaul. Dan disuruh ngajar di Fakultas lain. Akahhaahahahaha… Meja masih nebeng di meja Kamil, secara Kamil masih cuti hamil/melahirkan. Dan FYI ni ye… di PS Kimia dosen yang lagi hamil dalam jangka waktu yang cukup berdekatan ada 5 orang. Serius. Terus teknisi Kimia juga ada yang lagi hamil. Mantep. Cutinya bakal deket-deketan tuh. Semester baru resmi dimulai tanggal 31 Agustus kemaren, dan diawali dengan pengenalan dosen dan mahasiswa baru. Frankly speaking, mendingan yang tahun-tahun kemaren. Soalnya kalo tahun kemaren P’Taufiq (KaPS waktu itu) masih kepikiran untuk perkenalan pake slide yang isinya foto-foto dosen PS. Nah, KaPS sekarang kayaknya ga sempet kepikir kali ya. Jadi perkenalannya mah ya lempeng dot kom gitu aja. Dosennya beridri satu-satu diiringi kalimat perkenalan dari KaPS. Ya standar sih, nama, alumnus mana, bidang keahlian apa. Eh, pas giliran gua dong, pas gua berdiri, anak-anak 2007 yang jadi panitia dan duduk di belakang dengan kompak dan teganya langsung ngasih applaus gitu. Gua langsung cengangas-cengenges ga jelas. Mahasiswa barunya pasti pada bingung, ada apakah gerangan dengan ibu dosen yang satu ini sampai para senior mereka berkeplok-keplok ria. Kemaren waktu ngajar di Fak. Pertanian kan aku ga tau tuh ruangannya yang mana. Bertanyalah daku pada bapak-bapak yang jaga. Eh, si Bapaknya dengan cueknya ngomong gini: “Ruang Kasturi di sebelah sana tuh. Tapi dosennya belum datang kok.”. Euh. Pak, saya lho Pak dosennyaaaa……

  1. Bisa onlen di rumah

Dan onlinenya ga pake telkomnet instan yang lambreta majoreta ituuuu… Aku kemaren akhirnya beli USB Modem. Yang merknya O2, modelnya MC930D, beli 500rebu, bareng sama Destri yang dosen Farmasi. Sementara ini masih pake Telkomsel Flash, yang Simpati tapi. Males gua ikut daftar yang Telkomsel Flash Corporate itu. Seratus rebu sebulan bo’. Sebenernya sih murah ya, tapi itung-itung, toh di kampus juga ada inet, ada wi-fi (kalo lagi bener, beruntung dan suasananya kondusip). Dan warnet juga deket aja dari rumah. Ya udahlah, toh aku makenya cuma buat cak-cek imel doang.

  1. Manohara ada dimana-mana

Eh, gua beneran kaget lho waktu nyadar bahwa sinetron Manohara itu ternya beneran serius ada toh? Gileeee… Dan tampang dia tuh mulus bening kinclong gitu. Katanya disiksa abis sama si suami Kelantan tea?Mana? Mana? Manaaaaa???? Gua aja yang belum pernah jadi korban KDRT (doh, naudzubillah, jangan sampe deeehhh..*knock on wood*) tampangnya kagak mulus-mulus amat kayak die. Udah gitu, disini tuh yang lagi ngetop dong sekarang: Kerudung Manohara. Gua sama Mama kan bingung. Ini Manohara yang dijadikan nama model kerudung itu beneran Manohara yang itu? Perasaan kan dia ga pake kerudung. Dan kemaren, waktu gua lagi baca Banjarmasin Post gitu, ada resensi soal model baju gitu. Ada tuh model baju yang judulnya “Jubah Manohara”. Halah. Bahas…bahaaaaasss… Gua sama Mama sampe sama-sama meyakinkan diri, Manohara emangnya pake jubah? Doh. Dia memang lagi ada dimana-mana deeehh…

Rabu, 26 Agustus 2009

Demi Selembar SK Penyetaraan

Adakah yang ijazahnya bukan produksi dalam negri? In simpler words, ijazah anda dari Universitas luar negri? Well, kalo iya mah, kayaknya nasib anda mirip-mirip dengan saya, yang baru saja bela-belain ke kantor Depdiknas di Jakarta hanya demi selembar kertas. Untungnya bukan kertas kosong, melainkan selembar SK yang menyatakan bahwa gelar saya memang beneran setara dengan S2 yang diakui di Indonesia.

Jangan tanya kenapa kita perlu proses penyetaraan ini. Saya mah dengan itikad baik meyakini bahwa pasti ada manfaatnya. Yah, at least biar urusan berkas-memberkas yang merupakan bagian integral dari birokrasi kita bisa berlangsung dengan lancar. Tadi sih sebenernya saya pengen nyelesain urusan ini nanti-nanti aja, habis Lebaran gitu. Tapi demi melihat perkembangan bunyi imel di milis yang saya ikuti, bahwasanya DIKTI mulai September tidak mau memproses penyetaraan ini lagi, barulah saya panik dot kom. Well, sebenernya bukan tidak mau menyetarakan sih, tapi menurut peraturan terbarunya DIKTI, kalo jurusan kita suda tercantum di daftar jurusan yang diakui oleh DIKTI, ya ga usah diurus lagi. Taaaapiiii…ternyata kayaknya WNI yang ngambil jurusan Master of Environment and Sustainability di Monash itu baru saya deh. Soalnya saya scroll bolak-balik, tetep aja judul jurusan saya itu ga muncul di list nya DIKTI itu. Jadi ya udahlah, daripada daripada, mendingan mendingan…

Di Jakarta, untungnya saya nginep di kost-nya Ita *my one and only sister* di Benhil. Jadi ke kantor DIKNASnya gampang. Tinggal naik busway dari halte Benhil, terus turun di halte Bundaran Senayan. Jeng jeeeng… Sampailah kita di kantor DIKNAS. Kantornya DIKTI yang *salah satu* kerjaannya ngurusin penyetaraan ijazah kayak ginian ada di Gedung D lantai 7 *yah, siapa tau ada yang pengen ngurus jugaaaa…*. Saya nyampe disana jam 07.30, padahal layanan baru mulai jam 9. Qeqeqeqeqe… Entah saya terlihat seperti orang yang kerajinan, atau bahkan orang yang sungguh kurang kerjaan sampai-sampai jam segitu udah nongol.

Prosesnya sebenernya ga rumit sih. Cuma naik lift ke lantai 7 *kalo bisa terbang sih monggo*, daftar ke resepsionis, tunggu giliran. Terus tinggal menyerahkan berkasnya: fotokopi ijazah terakhir di dalam negri, fotokopi ijazah yang diperoleh di luar negri berikut transkrip nilai, fotokopi tesis, buku panduan/handbook nya jurusan kita. Terus secara status saya adalah pegawai negri, pake fotokopi SK tugas belajar, fotokopi surat SETNEG, fotokopi kontrak beasiswa dengan AusAid *secara kan saya beasiswa dari APS*. Udah. Eh, sama 3 lembar pas foto item-putih 4x6 ding. Sama ngisi formulir juga. Terus semua berkas tadi juga diserahkan sambil nunjukin dokumen aslinya. Sama petugas data kita bakal dientri, terus nanti dikasih tanda terima. Kemaren yang melayani saya namanya Bu Wiwiek. Baiiiik deh. Sempet ngobrol-ngobrol juga bentar.

SK nya ga langsung jadi, soalnya mesti melewati proses sidang penilaian dulu. Jadi untuk membahas penyetaraan ini, ada semacam sidang penilaian yang dilangsungkan sebulan sekali. Sidangnya tiap minggu ketiga di tiap bulannya. Kalo kita masukin berkasnya di minggu keempat, bisa aja sih, tapi ya…baru diproses dalam sidang di bulan berikutnya. Kalo udah lolos sidang sih, prosesnya sekitar 2 mingguan gitu deh. Bisa dicek online kok, di www.evaluasi.or.id.

Eeeniweeei… Jadilah saya sekarang dalam proses menunggu dan menanti… Demi selembar SK, ke Jakarta aku pergi, busway kunaiki, kantor DIKNAS kudatangi…

Sabtu, 15 Agustus 2009

Setelah Satu Bulan...

Arrrrggghhh... Satu bulaaaaannnn! Lebih deh kayaknya malah.. Hampir dua bulan yak? Kirain lho, setelah tesis selesai, nilai keluar (not very good, but not bad:), tell you later about it next time), bakal bisa berleha-leha dan menikmati saat-saat terakhir di Melbourne (oh, okay, not exatly Melbourne, but Clayton). Ternyata sodara-sodaraaaaa.... Yang ada aku merasa keberadaanku semakin tidak jelas mana kaki mana kepala.

Just a quick up-date soal apa saja yang sempat terjadi selama satu bulan (lebih) terakhir ini...

1. A holiday trip to Gold Coast
Bareng sama Iin (housemate tercinta), Mb' Vike (sang mbak Kepanjen) dan Dinni (a person that I hate to love :) ).

2. Ngepak barang untuk di kargo
Aku pertama kali berangkat dari Indonesia 1,5 tahun yang lalu hanya dengan sebuah koper seberat 36 kg, plus sebuah ransel seberat sekitar 7 kg. Setelah 1,5 tahun, guess how much stuff that I have? Aku akhirnya mengirimkan : 18 koli barang with a total of 181 kgs of things. Dan sunguh, aku juga tidak mengerti barang apa saja yang aku masukkan ke dalam kotak-kotak itu...

3. Farewell Party alias pesta perpisahan
Persiapannya sampai bisa dibikin script drama, karena salah satu panitianya adalah diriku yang memang tak terbantahkan sebagai drama queen, dan ternyata ada salah satu pihak yang bisa oh-sungguh-lebay-melebihi-diriku. Gee, I might be a drama queen, but this person, she is a drama goddess who thinks her self is a queen bee or something... Eeeeniweeeiii... Dengan persiapan yang menempa para panitia inti menjadi orang-orang yang lebih sabar, eksekusi acara cukup sukses :D. Yah, at least seneng banget bisa kumpul kumpul bareng temen-temen dan seneng-seneng bareng...

4. WISUDAAAAA....
Yeiyyyy... Akhirnya toga itu kupakai juga!

Dan satu kesempatan langka, pas lagi foto bareng sama temen-temen, Xue Ting mangil-manggil aku, ngasih tau kalo Chancellor lagi jalan keluar gedung menuju kantornya, masih memakai baju akademik resmi gitu... Jadilah kamki berfotoooo... Duh, seneng banget *eh, poto sama Rektor UGM aja aku kagak pernaaaahhh *.

5. Going Home
So, here I am rite now, di kampus tercinta... Facing the real life. Hopefully after all that I have learnt, I would be able to be a better person...


PS: Okay, berada kembali di rumah tercinta also means one thing: frekuensi onlineku jadi menurun drastis.. :)

Senin, 06 Juli 2009

melantunkan rasa yang tak dapat kuraba...

karena gerak langkah seringkali adalah cerminan rasa
dan kata yang terucap kadang menandakan yang ada di hati
bagaimanakah aku harus mengurai maknanya?
tak pernah pasti...seperti pernah kau ucap
hati kita yang sederhana seringkali menyerah, tak mampu memahami rasa yang rumit
dan aku tak heran, bukankah itulah kau? bukankah seperti itulah kau pandang aku?

berusaha meretas aliran rasa
berayun pada sehelai tipis keinginan
untuk tetap bertahan dari arus jiwa
yang seakan memaksaku untuk berbalik dan mengakui...

sungguh, aku tak ingin menggali kembali kunci itu
toh pintu ini telah retak, adakah gunanya kubuka kembali?
meskipun jauh di balik pintu itu sebuah lentera masih menyala
entah sampai kapan
karena aku pun tak kuasa menyuruhnya padam

dan purnama yang pucat ini menyuruh kita diam
aku menatapnya
sekilas berharap kau juga menatapnya
dan berdoa semoga kau berlalu
tapi dalam hati meragu, itukah yang sungguh kupinta?

Tuhan, mengapa harus ada likuan ini?
tak bisakah aku menggandeng bintang untuk menyusuri jalan tanpa kelokan?

Rabu, 24 Juni 2009

Black, White, and Shades of Grey

I might be a freak, tapi entah kenapa, seringkali saya menyukai tokoh-tokoh antagonis, entah dalam buku atau film. Atau paling tidak, karakter yang digambarkan ga baik-baik amat. Bartimaeus definetely comes as my favourite character. Sebagai jin yang menjadi tokoh utama di Bartimaeus Trilogy, jelas dia bukan tokoh baik-baik. Tapi sarkasme yang dia miliki, dan selera humor yang menurut saya sungguh cerdas, benar-benar membuat saya jatuh hati. Duh, kalau dibandingkan sama siapa-itu-tokoh-utama-di-novel-Ayat-ayat-Cinta, Bartimaeus jelaslah tokoh yang jahat sungguh. Sementara mungkin si lelaki yang-begitu-sempurna-nyaris-tanpa-cacat-selain-kecenderungannya-untuk-nangis-melulu ini ada di titik ekstrem orang baik, dan Bartimaeus kemungkinan besar ada di ujung ekstrem lainnya. But still, saya kok lebih suka Bartimaeus ya? Sepertinya mungkin saya akan lebih cocok berteman dengan si Bartimaeus dibanding si lelaki itu (siapa sih namanya? Fahri? Fahmi? I have a feeling that his name starts with "F").

Inget serial Ally McBeal zaman dulu? Karakter favorit saya disitu adalah Ling Woo. The bitchy lady. I just love her. I mean, she's bitchy, in a very elegant way. Ekspresi lempengnya dia tiap kali nyela orang, komentar pedasnya yang nusuk abis tapi ngena banget, I was amazed by her.

Di minggu ke 6 untuk mata kuliah Environmental Revolution, kami membahas mengenai drama yang ditulis Goethe, Faust. Di kelas, saya mengutarakan ketertarikan saya pada Mephisto, the devil's character in the play. Teman-teman sekelas yang lain langsung pada tertawa, tapi Priya, dosen kami itu, menanyakan alasan saya. And I said, "because he is definetely evil *hey, he's the devil anyway, he should be evil!*, but he is evil in such an elegant way. Just look at the way he talked to Faust, instead of directly show Faust what he has to do, Mephisto persuaded Faust to do some things by showing Faust what might come as a result...". Priya langsung manggut-manggut, dan berkata, "I also think that unconsciously people will also like Mephisto, because he makes things happen, in his own way".

Dan entah kenapa, saya menulis ini di status fesbuk saya: "Utami thinks that if she ever has to do something evil, she will do it in such an elegant way, just like Mephisto". Salah satu teman pun komen, "memangnya ada evil yang elegant?".

Dear, in the real world, things don't come in pure black and white. There are shades of grey. Be honest, even your favourite people, might still have some weaknesses. Dan seringkali kita dikejutkan dengan kenyataan bahwa orang-orang yang kita anggap, well, katakanlah jahat *i hate that word, by the way, the sense is too strong*, ternyata masih punya sisi-sisi kebaikan.
Bartimaeus, misalnya, meskipun hubungan dia dengan Nathaniel tidak pernah benar-benar mulus, toh, akhirnya di ujung cerita sepertinya menyukai Nathaniel. Bahkan seperti kata K'Alfi, mungkin kalo ada lanjutan trilogi ini, Bartimaeus will take the form of Nat instead of Ptolemy. Di salah satu episode Ally McBeal, seingat saya, Ling pernah membantu seorang anak kecil di rumah sakit dan Ling nyari menangis karena tersentuh oleh anak kecil itu.

Kadang-kadang, saya justru merasa bisa lebih banyak belajar dari tokoh-tokoh antagonis itu. Bukan, not learning how to be evil. Tapi saya belajar bahwa meskipun orang memandang rendah kita, meskipun orang sebel sama kita karena kitalah si antagonis itu, it shouldn't stop us from doing good things. Duh, ekstrimnya nih ya, saya sempat merasa emosi sesaat waktu mendengar seorang wanita berjubah buru-buru membersihkan lantai yang bekas dipakai seorang teman untuk sholat, hanya karena teman itu ternyata tidak memakai kerudung dalam kesehariannya. Dan dia melakukannya di HADAPAN teman saya itu. Astaghfirulloh... , menjaga hubungan baik dengan sesama manusia bukannya juga ajaran Islam sih? Dan saya merasa begitu tersentuh waktu saya melihat seorang laki-laki sangar bertato membantu seorang nenek tua menyeberang jalan yang ramai di Jogja dulu. Di dua hal tersebut, bisakah kita memberi warna hitam dan putih? Dan menyadari bahwa dunia tak hanya hitam putih ini membuat saya berusaha untuk terus belajar mencoba melihat seseorang tak hanya di permukaannya saja. Apakah hitam yang dilakukan seseorang memang karena dorongan hitam hatinya? Apakah putihnya seseorang itu absolut? Karena saya sendiri pun sadar, saya tak akan pernah menjadi putih, tapi saya terus berusaha agar tidak berada di titik ekstrim hitam *eh, kok malah berasa kayak iklan pemutih wajah ga sih?*. And my window to see the world, it reflects many shades of grey...

Senin, 15 Juni 2009

Me vs My Thesis: Season Finale - Episode 3: People Behind the Scene

Biar gimana juga, thesis ini bukan hanya hasil kerja keras saya *plus bimbingan si supervisor yang ganteng-ramah-cerdas-nian itu*. Banyak orang yang juga turut berperan dan membantu saya.

1. Abah-Mama-Ita
Orang tua dan adik saya tercinta. What more to say? Berkat doa dan kasih sayang mereka lah saya bisa sampai disini dan terus bertahan. In fact, they are the reason for me doing this. Yang agak lucu mungkin soal peran serta Abah. Pernah waktu ngumpulin data, saya sampai 4-5 hari googling dan tidak berhasil menemukan data tentang peraturan pemerintah yang saya cari. Waktu saya nelfon ke rumah dan curhat soal ini, tanpa disangka tanpa dinyana sodara-sodaraaaa… Abah termasuk salah satu orang yang terlibat dalam penyusunan peraturan pemerintah tersebut! Jadilah Abah mengkopikan peraturan pemerintah itu dari komputernya Abah di rumah, dan mengirimnya lewat e-mail dengan bantuan petugas warnet. Gyahahaha… Christian juga sampai ketawa waktu saya cerita soal ini, dan berkomentar: “See? Sometimes we just don’t know what’s happening in our own house.”. Saya agak tersentil dengan ucapan Abah soal tesis ini: “Walaupun ini tesisnya Ami yang nulis, ini bukan cuma soal Ami. Jangan lupa bahwa Ami itu membawa nama Indonesia. Apalagi Ami kan statusnya anak beasiswa, yang artinya adalah orang-orang pilihan dari Indonesia. Kalau Ami sampai sembarangan mengerjakannya, orang bakal mikir, ‘oh, orang pilihan dari Indonesia bisanya kayak gini doang toh?“. Hiks… Thank’s for reminding me about that Dad… You are just so right.

Ita, adek saya itupun termasuk pemantau setia progress saya. Biasanya dia bakal mengYM saya dan mulai menginterogasi saya kalo dia melihat aktivitas fesbuk saya agak di atas normal. Dan dia juga yang selalu menyemangati saya kalo saya udah merasa that I'm getting nowhere with this whole thing. Anyway, tetep aja, kadar kenormalan hubungan kakak beradik kami bisa dilihat dari berapa kali kami saling memanggil "dodol" satu sama lain. Semakin tinggi frekuensinya, semakin normal hubungan kami :D.
Put simply, I dedicate this thesis to them, my parents and my sister.
And my niece to, if only she’s old enough to understand :D. Oh, and FYI, Dian ini adalah keponakan saya tapi BUKAN anak dari adik saya satu-satunya itu. Long story.




2. Matthew
Matthew ini staf di Arts Language and Learning Unit. Jadi kerjaan dia adalah membantu siswa-siswi Arts yang kesulitan untuk menulis, terutama International Students. Kualifikasinya dia Ph.D lho padahal, di bidang filosofi. Matthew ini sudah BANYAK sekali membantu saya semenjak semester pertama dulu. Dan orangnya sungguh kebapakan. Setiap orang yang kenal dia rata-rata komentarnya sama: “He’s lovely!”. Dan bagi saya, he’s one of the most encouraging people I’ve ever met. Dia SABAR banget menghadapi berbagai macam siswa dengan keluhan yang berbeda-beda. Kadang-kadang malah saya datang ke dia cuma karena pengen curhat soal lit review saya… Selain kesabaran dia, saya juga kagum dengan caranya memperlakukan para siswa. Everyday, he has a long line of students waiting to have consultation with him. Dan sepertinya dia hafal nama SEMUA siswa yang datang. Pernah waktu saya konsultasi sama dia, dia bikinin teh untuk saya. I also love his room. Dia memajang berbagai macam souvenir dari beberapa negara di ruangan dia. And the view from his window is just awesome, secara ruangan dia di lantai 5 Menzies Building, dengan jendela yang menghadap ke arah pelabuhan, with a view of the sea glistening under the sun.Oh, dan saya juga ngasih kenang-kenangan ke diaaaa…3. My FRIENDS!
Iin housemate tercinta teman seperjuangan – M’Gita yang nemenin di Caulfield sampe tengah malem – M’Devi yang suka bareng di PG Room Matheson – Dinni yang suka gangguin ga jelas – Wilud – Rosy di Banjarbaru – P’Iksan yang membuat keinginan jadi model-wanna-be akhirnya kesampaian – Dian Hatianindri my other housemate yang menemani perjalanan naik bus 900 dari Caulfield – Xue, Jamie, Lu, Michael, and my other good fellows at School of GES, it’s been wonderful to know you all – Novie, temen chatting dan diskusi tentang sooo many things *btw, I finally took the picture of “him” and “her” if you know who are the people I’m talking about* - Nina Rezki Amelia, whoo keeps on reading my unimportant posts :D – Reeeeiiiii….mizzz you so – Taibah and Wafaa’h, we MUST catch up once I arrived home – Era dan M’Fike yang nemenin jalan-jalan kalo udah setres tingkat tinggi – my STUDENTS, yang somehow ngangenin walopun they can be so annoying sometimes with those ABG style of writings - ALL of my friends who support me and keep telling me to go on.. so sorry that at the moment I can’t seem to remember anymore names, anyway, you know who you are guys.
So, let’s celebrate the day!

Me vs My Thesis: Season Finale - Episode 2: My Supervisor

Gyahahahaha…topik paporit saya dah! Bahkan kadang-kadang saya merasa saya lebih tertarik untuk membicarakan si supervisor ini dibanding tesis itu sendiri. Anyway, supervisor saya adalah Assoc. Prof. Christian A. Kull, yang saat ini menjabat sebagai Honours coordinator di School of GES merangkap Deputy Head of the School. Masih muda, kayaknya baru awal 40an gitu deh… Tapi tolong ya diliat lagi itu titel, Associate Professor! Dia dapet gelar Ph.D dari UCLA, dua gelar Master yang mana salah satunya adalah dari Yale University. Gila ajah. Kebayang ga sih?

Saya udah menjadikan dia sebagai dosen favorit semenjak semester kemaren, waktu saya ngambil mata kuliah Resource Evaluation and Management. Okelah, pertama kali dia masuk dulu yang saya perhatikan adalah.. “ih, ganteng juga ni dosen…” *secara ya, saya punya kelemahan yang spesifik sama lelaki berkacamata*. Tapi cara dia ngajar asli keren banget. Waktu ngajar juga suka becanda gitu, dan becandaannya dia ga garing. Dan saya inget banget, dia dengan girangnya suka mengakses Google earth di kelas, sambil ngomong : "Yeaaahhh... look at how we fly to that city in Madagascar... I just can't help it, it's just too much fun using this funky site..." dan dengan penuh semangat menunjukkan suatu lokasi di Madagaskar dan berseru: "Look...look...! That's where I used to live! Gee... I've never imagined before that I could see it again on this screen...". Dan salah satu hal yang membuat saya agak terpana, kelas itu kan lumayan gede ya, ada sekitar 60-70 mahasiswa. Tapi pernah waktu saya berpapasan sama dia di jalan menuju perpus, dia lagi jalan sama dosen lain, dia senyum dan menegor saya duluan: “Hi!” katanya. Saya sempet syok. I mean, di kelas sebesar itu dia masih bisa mengenali wajah saya?

Anyway, saya sungguh bersyukur mendapatkan dia sebagai supervisor. Waktu menerima e-mail dari dia saying that he would be happy to be my supervisor, saya oh-sungguh-bahagia-sangat-senangnyaaaaa.... Dia salah satu expert di bidang resource management ini. And in my eyes, he’s just sooo humble. Dengan kualifikasi seperti dia, dia tetap ramah, and he is one of the most encouraging people I have ever met. Until now, I’m still amazed that my supervisor was not only revising the context of my thesis, he also did the editing things! Gee, I have an associate professor fixing up my grammar and spelling… And I’ve never heard him complains about this (well, at least not in front of me). Waktu saya minta maaf soal my poor grammar, he just laughed and said, “Well, English is not even your second language. And doing a Master degree in a third language like you’re doing now is such a great achievement!”. Jadi inget, kemaren dia memperbaiki draft saya di depan saya sambil ngomong gini: “Put “the” here, omit it from there, and put another “the” here. Don’t ask me why.”. Saya dengan polosnya ngomong gini: “Because that’s the way it is?”. Dia ketawa dan menjawab: “Exactly. Besides, I’m just using the language, so I’m not the one that should be responsible for any confusion about this language”.

Pernah juga waktu week 9, kan sebelum konsul ke dia saya ada group meeting di lounge yang menghadap tangga menuju ruangan dosen GES. Kebetulan dia turun bareng Priya, (dosen lain di GES yang juga adalah sahabatnya, mereka berdua kompak banget dah pokoknya) dan melihat saya dengan temen-temen sekelompok saya. Dia tersenyum dan melambai pada saya. Waktu naik lagi sama Priya, dia menoleh lagi, dan melihat saya masih ada disana dia kembali tersenyum dan melambai. Jamie sampai berkomentar “Why he has to be so nice??? He keeps on waving his hand to you!”. Saya nyengir, apalagi supervisornya Jamie, si Priya, malah ga noleh sama-sekali ke Jamie. Pas Week 10, dia jadi guest speaker untuk kuliah Political Ecology di kelas saya. Dan dia menyapa saya di depan kelas. Apalagi waktu pas sesi tanya jawab, kan saya angkat tangan buat nanya tuh, dan waktu dia dengan senyum manisnya itu menyambut pertanyaan saya sambil ngomong: “yes Utami, please…”, beberapa teman saya langsung menoleh ke saya. Pas break, ada yang nanya, “how does he know you?”. Gyaaaaa…banggaaaa… senangnyaaaa *lebay oh lebaaaaay…*

Saya suka dengan ruangannya, yang menurut saya salah satu ruangan dosen yang paling banyak punya sentuhan pribadi. He got the pictures of his sons, his wife (ihik…sudah ada yang punya euyyy…), some drawings from his son *lengkap dengan tulisan anak kecil: “for Daddy”*. Saya inget, semester kemaren waktu dia menjadi salah satu guest speaker untuk mata kuliah Frontiers in Environment and Sustainability, dia membawa anaknya. Duh, jadi inget waktu Abah masih ngajar dulu dan saya suka ikut… Waktu guest speaker lain berbicara, saya sempat melihatnya membisikkan sesuatu di telinga anaknya yang dengan tekunnya tengah menggambar, kemudian dia tertawa dan mengacak-acak rambut anaknya itu, sementara anaknya menyandarkan kepalanya di bahunya. Owww...it was sooo sweet, wasn't it?…

Kalau konsultasi, we often talk about some other things, about approaches in life, for example. Or how the French people are so proud of their country. Or how he has a good life, but a busy one *”school - day care - nanny - babby sitter - conference- honours -seminars”*. Saya kadang-kadang suka “ngeledek” dia soal betapa sukanya dia sama Madagaskar, waktu dia bilang: “I’m going to France. I am arranging a conference there about forests and their management”, saya dengan wajah usil nanya: “forest in Madagascar AGAIN, I suppose?”. Dia langsung ketawa dan melambaikan tangannya “Come on… Don’t say that!”. Saya nyengir, and said “I didn’t say that. Oh, okay, I did say that. Sorry, just can’t help it”. Dan dia langsung menjawab: “Yeah, just like everyone else…”.

Pas konsultasi di Week 13, saya sempet keceplosan ngomong: “Yeah,one more week and I just can’t wait to kick this thesis out of my life”. Ups! Waktu saya nyadar apa yang sudah saya omongkan itu, saya langsung menutup mulut saya dengan ekpresi bersalah. Christian langsung ketawa: “It’s okay, I know how it feels.” Apalagi waktu dia baru inget kalo saya selain ngerjain thesis juga masih ngambil mata kuliah Political Ecology dan Environmental Revolution. “Geez, you have such a busy semester!” katanya.

Kalo diitung-itung, saya cukup intense juga sepertinya konsul sama dia. I had 6 consultations. Artinya sepanjang semester ini saya konsultasi setiap 2 minggu sekali. (Ayah saya aja sampai hafal jadwal ini, dan tiap pagi meng SMS saya untuk mengingatkan jadwal konsultasi saya). And I really enjoy each consultation. He has given me not just a supervision for my thesis, he also gives me the support, encouragement, wonderful laugh…

Pas terakhir konsultasi itu, secara saya tidak yakin kapan bisa ketemu dirinya lagi, pas konsultasi inilah saya ngasih kenang-kenangan buat Christian. Miniatur rumah Banjar. And he was soooo exicted to see it. “This is AWESOME!” katanya dengan takjub, memutar-mutar miniatur dalam kotak kaca tersebut. Sekilas, dia jadi terlihat seperti anak kecil *gyahahahaha.... dgn gelar assoc.prof nya itu lho!* waktu dengan wajah penuh semangat bertanya pada saya:”This is so cool! Tell me more about it, is this the kind of the house that Banjarese built in swamp areas and rivers?”. Ohh, dan aku berhasil berfoto bersama dirinyaaaaa!! Gyahahahahaha.... Senangnya oh senangnyaaaa... Liat deh mukaku yang sumringah...
Pendek kata, syukur Alhamdulillah bisa punya supervisor yang sungguh baik seperti dia. He’s an excellent one. As I have written in my acknowledgement, it is because of him the writing of my thesis becomes an enjoyable experience in my academic journey. Lots of people have crossed my path in this life, and he is among some who really inspires me.

Me vs My Thesis: Season Finale - Episode 1 : It All Begins with and Ends With…

The journey of me and my thesis began in week 0 (one week before week 1 of the semester) and ends in week 14. Seperti yang sudah saya ceritakan disini, diawali dengan e-mail dari officernya School of GES yang mengkonfirmasikan apakah saya jadi ato nggak ngambil research project. Setelah dapet approval dari ketua jurusan saya, berburu supervisor dan mendapatkan Christian sebagai supervisor. Alhamdulillah…

Week 2: first consultation with Christian. I remembered that at that time I entered the door with doubt about what I am going to do. Tapi Christian dengan wajah sangat bersungguh-sungguh mendengarkan saya tentang minat saya. He recommended some readings to me, which was very helpful.

Week 5: mensubmit draft pertama saya untuk bagian introduction and literature review. And my room was a mess in the night before the morning I submitted it. Christian waktu itu lagi ada di Thailand for a conference, so I did it by e-mail. I sent it in the morning, and I already got a reply at 3 PM! That was quick!

Week 8: draft kedua untuk bagian literature review

Week 9
: konsultasi lagi, membahas revisi yang saya submit di minggu sebelumnya. BANYAK sekali coretan. Menurut supervisor saya, I wrote it more like a scientist, while I actually have to write it from the perspective of a political ecologist. Duh… Saya waktu itu bener-bener clueless about what should I write and how. Mana pada hari itu, saya juga ada group meeting dengan temen-temen sekelompok saya untuk presentasi Environmental Revolution, dan sejam setelah konsul dengan supervisor, kelompok saya mesti konsul dengan Priya, dosen kami untuk masalah presentasi kelompok itu. Put simply, it was not a very good week.

Week 10: workshop untuk mahasiswa GES yang ngambil research project. Saya duduk di sebelah ABC, mahasiswa yang-pintar-banget-dan-sadar-kalo-dirinya-pintar itu duduk di sebelah saya. KEBETULAN sekali ABC ini supervisornya sama kayak saya. Dan begitu dia dengan wajah lempeng abis mengeluarkan tesisnya YANG SUDAH JADI UNTUK SEMUA BAB SETESIS-TESISNYA dan meletakkannya di depan meja, saya langsung histeris: “You have finished?”. Dia menoleh: “Yes. I just need to do the conclusion”. Saya langsung berdiri dan ngomong: “Do you know ABC, I don’t want to sit next to you! You’re just soooo intimidating”. Dia malah menatap saya, dan dengan kejamnya berkata: “But Christian wants us to finish by mid of May, because it would take him around 10-14 days to read the draft”. Hoho… BUAT ELU TUH SAMPE MID OF MAY! Saya mah, per chapter sajah… Oh, dan sedikit soal ABC dan draft thesisnya ini pernah saya posting disini.

Week 11: Submit chapter tentang bagian data findings di hari Senin, dan konsul di hari Jum’atnya. Di konsultasi inilah tercetus masalah “Be Cool and Comfortable” itu. Anyway. Not so many revision. Lagian mungkin saya udah mulai bisa meraba gaya bahasa seperti apa yang disukai supervisor saya ini

Week 12: berjuang mengumpulkan data tambahan untuk mendukung analisis saya. Di minggu ini juga, selain berusaha menyelesaikan bab analisis tersebut, saya jungkir balik berusaha menyelesaikan essay 3,500 kata untuk mata kuliah Environmental Revolution tentang “wilderness preservation” plus ANOTHER 3,500-word essay untuk mata kuliah Political Ecology, tentang Community-based Natural Resource Management. Saya sampai boseeeeen sekali mengetik kata-kata “community”, dan rasanya refleks pengen menendang siapapun yang mengucapkan kata: “wilderness” atau “paradigm-shift”. Minggu ini saya sampai mulai bela-belain ke perpustakaan di kampus Caulfield yang buka sampai tengah malam, dan membooking PG Private Study Room. Percayalah, berusaha menulis tentang TIGA topik yang berbeda, dengan due date yang menggantung setengah meter di depan idung, it’s not something that will be on my list of favourite things. I feel like I was not a very nice person at that moment. SENSITIP ABIS.
*PS: have a look a the picture. Something is wrong. Go figure :D*

Week 13: Seminggu sebelum due thesis ini. Di hari Senin saya mensubmit chapter terakhir, bagian analisis data. Sebenernya saya juga tidak begitu yakin tentang bagian analisis ini. Secara sambil mengerjakan chapter ini saya juga berusaha finishing touch essay Environmental Revolution yang dikumpul hari Rabu di minggu ini, plus menyelesaikan essay political ecology yang due di hari Jum’at. Hari Jum’at, konsultasi lagi sambil membawa bab conclusion. Waktu kami duduk, secara bersamaan kami ngomong: “So, one more week!”. Dan betapa leganya saya waktu Christian sambil tersenyum mengembalikan draft saya untuk bab ini yang sudah dia koreksi sambil berkata: “I don’t find anything to worry about. I just did some editorial comments, and overall, it’s good!”. Saya langsung tersandar di kursi saya dan berkata: “Thank youuu… it is SUCH a relief to hear that”. Conclusion saya langsung diperiksa di tempat. Untunglah tidak banyak perbaikan. I made an appointment for “one more final last consultation” di Jum’at depannya.

Week 14
: berusaha membaca artikel-artikel from some big thinkers (Agrawal, Sillitoe, Escobar, Berkes, Colfe, Banerjee..), membaca kembali coretan-coretan Christian di draft saya, until I finally got some clearer idea. So, I erased around 500 words from my lit review, and replaced it with… Another 1,200 words. Oh My God, I’m just sooooo in trouble with the word-count. So I dropped this fourth draft of my lit review in his mailbox on Tuesday, and e-mailed him about that. I still need to revise my draft on the other chapters based on the feedback, writing up the abstract, making sure that all the references are put in and written in the correct format. Tapi entah kenapa, di hari Rabu I feel exhausted. All that I did was only random things without any particular pattern nor purpose. I feel like I’ve wasted one whole day. But somehow, I managed to finish everything that I need to do on Thursday night. Anyway, jadilah hari Jum’at itu saya konsultasi TERAKHIR dengan supervisor saya itu. Anyway, rasanya beban di pundak saya langsung terangkat begitu denger sang supervisor ngomong “it’s better than the previous one” sambil tersenyum. We discussed the abstract, a few other things, and..that’s it! “So, Monday, June 15. Ready? I’m sure that you can do it.”, katanya sambil tersenyum. Rasanya gabungan antara senang, lega dan sedih waktu akhirnya harus pamitan sama dia. Waktu pamitan, saya bilang ke supervisor: “Thank you so much. It was such an amazing experience to work with you. I am forever grateful.” He smiled, and said : “My pleasure too. Wish you all the best luck!”. Duh, lega karena akhirnya selesai juga, but at the same time, saya juga agak sedih, because I really do enjoy our consultations. Anyway, saya ke PG room lagi, mengetik perbaikan dikit di bagian literature review yang barusan dibalikin itu, plus abstract, halaman judul, and THAT’S IT! I’m finished!
Waktu ngeprint di bawah, saya memandangi tiap lembar kertas yang keluar. Perasaan saya campur aduk. Lega, sedih, tidak percaya, merasa senang karena saya sudah merasa berusaha melakukan yang terbaik, tapi anehnya pada saat yang sama saya juga sedikit menyesal for I feel that I could do something better (what a paradox). Hari Sabtunya saya nyempetin ke perpus Caulfield, karena printer warna yang di perpus Matheson, kampus Clayton rusak. Padahal ada dua halaman thesis saya yang ada gambar peta.

Week 15: Senin. 15 Juni. Deadline of the thesis. Dengan deadline hour jam 12 siang, saya mengumpulkan dua rangkap thesis ke ruangannya Bianca. Saya ternyata orang kedua yang mengumpul. I supposed the first person is ABC. Waktu saya lagi mengisi form, Cameron dan supervisornya, Wendy, masuk dan mengumpulkan juga. Setelah mengumpulkan form, selesai. That’s it. It’s the end. Alhamdulillah…

Sabtu, 13 Juni 2009

BAARUUUUU!!

Yeeeeeeaaahhh.....
Gini nih kalo lagi ga ada kerjaan *pura-pura ga liat kamar yang berantakan*.
Setelah sekian lama menelantarkan situs di blogspot, saya jadi mencoba-coba sesuatu yang baru. Mulai dari ganti template. Template yang lama kayaknya udah sekitar 2 tahun lebih gitu ga pernah saya ganti.

Dan ternyata, saya itu picky banget yaaa... Nyari template aja pertimbangannya banyaaaaak banget. Tadinya sempet sok-sok an mau berbau nature or something like that. Ceritanya untuk menjustifikasi status saya sebagai mahasiswa jurusan environment. Tapi tetep aja ga ada yang ngena. Ada template yang berasa megang di hati, ribet. Mesti aplot gambar-gambarnya dulu lah, ada yang mesti diganti lah. Dan saya ga mau pake background gelap lagi. Kan saya ingin bermasa depan ceraaaah.. :D. On the other hand *dooohh..bahasa ala essay masih kebawa nih*, saya juga ga mau pake background warna putih, berasa silau gimanaaaa gitu lho.

Anyway, akhirnya saya memutuskan pake template ini dulu. Lucu, imut, simpel, dan gambar burung kecil yang manis itu bisa sedikit mengarah ke hal-hal berbau lingkungan kan? kan? KAAAANNN???

Selain ganti template, saya juga ganti judul blog. Because now that's what I feel. I know that my self and my life are not perfect, in fact I would never be *a rhetorical question: who on earth would ever be perfect and having a perfect life, anyway?*. But I am happy with my life, because the imperfection of my life is something that makes it perfect for me.

Anyway, karena ganti template ini pula, berbagai macam printilan yang dulu ada menghilang dengan suksesnya. Pensiun dah judulnya. I'll fix those things later. For now, I'm happy enough with this new change :D.

DONE!... Alhamdulillah...

After 13 weeks of work, supported by love and prayers from my beloved family...


Alhamdulillah...


Jumat, 12 Juni 2009

And I Will Never be the Same...

Dua semester sebelumnya, setiap akhir semester, I usually took some times to reflect about what I have been learnt. believe me, there's A LOT of things that I learn about, experiences that I've been through...

Akhir semester ini juga adalah akhir masa studi saya disini, as an international student, enrolled for the course Master of Environment and Sustainability, School of Geography and Environmental Science, Arts Faculty, Monash University (tsaaahhh...lengkap bo'!).
Semester ini saya cuma ngambil 2 mata kuliah, Environmental Revolution dan Political Ecology, plus minor thesis.

Environmental Revolution class was amazing. Interesting and controversial readings, insightful discussions, some fun activities. Meskipun tiap minggu mesti jungkir balik membaca 5-6 reading materials with a total around 100 pages, dan berusaha mensubmit rangkuman dari SELURUH reading itu hanya dalam lima kalimat. But I do love this class. Dan waktu kuliah terakhir kemaren, I really feel that I'm going to miss this class, and Priya too. At the end of the class, Priya said: "Thank you for this semester. I really enjoyed it, it's been a very insightfull experience being with all of you this semester". Salah satu final remarks dari Priya: "after completing this course, you can go back and do whatever you want to do. But I want you to keep on reflecting on your self, asking the question that you have learnt from this class that might never crossed your mind before, about what it means to be for being human and being exist in the environment". Dan kita semua langsung tepuk tangan, and thank her. Selesai kelas juga saya mendatangi Priya, and told her how I really feel that this class has been an amazing experience.

Political Ecology is another awesome class. We practically have people all around the world in the class. Alberto dari Italia, si ganteng Sebastian dari Kolombia (even though he's such a Malthusian person), Andrew dari Sudan, Niti dari Kamboja, Cate the sweet pie dari Brisbane, Ken dari Australia yang ternyata do some volunteering works di Palangkaraya, Juan dari Paraguay yang suka lebay (gyahahahaha...), Kyle, M'Febby si suami seleb dengan wajah sok lempengnya (Mas, you really have to find another food supplier for you next semester!). Aaaahhhh... It's just wonderful to have so many people from all around the world in the class, sharing thoughts, experiences and ideas about this world. The discussion and debate was fascinating!!! I can't help myself to smile everytime I remember how our group of 6 people just can't reach a single convention, and just decided to go ALTOGETHER in front of the class to do the presentation (while the other group only have 1-2 speakers for each group). Such a messy presentation, but I love it. The other thing about this class is the lecturer. Craig, one of the lecturer has a great passion about Indonesia. So he always has the case study from Indonesia, and everytime he shows the picture he took from his journey and work in Indonesia, saya jadi semakin merindukan tanah air saya...

And my minor thesis?? It's just soooo weird. I can't wait to submit this thesis next Monday, on June 15. All I have to do now is only print it out. But at the very same time, I know that I am going to miss the whole process of writing this thesis, and all the things about it. Doing the readings, writing, drafting. Thank's to my supervisor, who has given me not just invaluable insights during our discussion, but also wondeful time and laughter...
But, oh well, I'll have a special posting about this thesis.

Senin nanti, begitu saya mengumpulkan tesis ini kepada Bianca, administration officernya kami, my semester officially finished. Tinggal menunggu pengumuman nilai tanggal 17 Juli nanti, dan wisuda di tanggal 23 Juli.

The first time I came here, saya merasa punya sedikit pengetahuan tentang lingkungan. Hey, I did environmental chemistry for my undergraduate, anyway! Tapi seiring dengan berjalannya waktu selama saya kuliah disini, betapa sedikitnya yang saya tahu itu. All of this time, I view the environment from one small window called "chemistry". And my study here makes me realize that there are so many other windows to view the environment, each of it offers different perspective and insights. So many people and experiences have crossed my path here. so many things that I learnt here have reshaped me.

I will never be the same again...hopefully a better me...

Alhamdulillah ya Alloh.... Berjuta kata syukur dan sujudku tak mampu rasanya membalaskan nikmat ini, hanya darimu Ya Robbi...

Senin, 09 November 2009

Sekali Lagi: Dokter Gigi

Saya sama seperti sekitar 769.388.235 manusia lainnya *mungkin lebih, mungkin kurang, it’s just a rough estimation* yang lebih memilih mengisi TTS berukuran 1m x 1m dibanding harus ke dokter gigi. Seperti yang pernah saya posting disini, bahkan ujian pun terasa seperti liburan ke Ancol dibandingkan kalo harus ke dokter gigi. Tapi beberapa minggu yang lalu, saya terpaksa mesti berhadapan dengan dokter gigi lagi. Tapi sekali ini, bukan saya yang bermasalah dengan gigi, melainkan keponakan saya yang baru menginjak usia 6 tahun, si Dian *atau Didut, atau Duduy, atau Unyil, tergantung sebaik hati apa saya waktu memanggilnya*. Diawali dengan Dian yang mengeluh sakit gigi di suatu hari, saya dan Mama dengan berbekalkan sebuah emergency lamp berukuran mini mencermati mulut Dian yang kami perintahkan untuk dibuka selebar-lebarnya. Berdasarkan hasil observasi kami, sepertinya ada dua buah penampakan di gigi geraham Dian yang bagi kami merepresentasikan lubang. Kareena kebetulan mamanya Dian sedang pulang menjenguk ibunya di Brebes sana, siapa lagi yang harus menerima tongkat kehormatan berisikan tugas mengantar Dian ke dokter gigi? Fedi Nuril? I WISH! Tentu saja saya yang menjabat sebagai tante yang gemilang inilah yang harus tabah diseret Dian untuk mengantarkannya ke dokter gigi. Menyesuaikan dengan jadwal saya dan jadwal sekolah Dian, disepakatilah suatu hari Sabtu yang cerah ceria sebagai saat yang dianggap tepat untuk menyambangi dokter gigi. Tapi begitu saya sampai di tempat praktek dokter gigi yang dituju, saya terpaksa harus menghadapi satu fakta yang menyakitkan:

sang dokter gigi telah pergi! Dia pindah tempat praktek!

Duh, betapa hancurnya hati kami ketika menerima kenyataan bahwa sang dokter gigi yang telah menjadi langganan kami selama SEMBILAN tahun pergi begitu saja meninggalkan kami tanpa pesan apapun, selain secarik kertas yang ditempel di pintu tempat prakteknya yang lama, bertuliskan alamat praktek barunya… Anyway, the show must go on: Dian tetap harus ke dokter gigi. Siapapun dokternya. Maka dengan berbagai pertimbangan, Mama menitahkan saya untuk mengantarkan Dian ke seorang dokter gigi lain, yang lokasi tempat prakteknya… ga sampe 500 meter dari rumah kami.

To cut the story short, duduklah Dian di kursi pasien, dengan sang dokter, seorang laki-laki muda berwajah dan berbadan bundar yang mengutak-atik gigi Dian. Setelah beberapa menit, mas doketr pun memanggil saya, dan menunjukkan sebuah gigi yang tumbuh di belakang gigi lainnya. Menurut mas dokter, gigi yang mulai tumbuh itu adalah gigi permanen, tapi gigi susu yang seharusnya digantikan oleh gigi itu belum goyah, sehingga harus dicabut. Dian, yang masih terlalu muda dan belum mengerti akan kejamnya dunia, manggut-manggut saja mengiyakan waktu dokternya bertanya, apakah Dian mau aja giginya dicabut. Sementara si pengantar yang manis ini *yaitu saya sendiri* tiba-tiba saja menghadapi dilema, antara pengen langsung balik kanan dan lari, tapi juga ga sanggup membayangkan bagaimana komentar Mama kalau tahu saya mundur tidak teratur saat harus menemani Dian cabut gigi. Akhirnya, setelah setengah menit kebimbangan, saya dengan nada suara yang sungguh tidak mantap ngomong: “Ya udah Dok, cabut aja”. Dian pun bersiap. Saya memegangi tangannya sambil mewanti-wanti dia: “Dian, nanti buka mulut terus ya. Terus kalo sakit dan Dian mau nangis. NANGIS AJA. Gapapa kok. Tante Ami aja nangis kok waktu giginya dicabut.”. Walaupun menguat-nguatkan diri, saya tetep aja nyaris pengen terjun ke sumur begitu melihat mas dokter tanpa perubahan ekspresi mengeluarkan TANG. Atau apapunlah namanya, bagi saya alat yang dia keluarkan terlihat seperti tang yang biasanya dipakai untuk mencabut paku dan semacamnya. Sempat terjadi dialog singkat antara saya dan Mas Dokter:

Mas Dokter: *ngomong ke Dian* Ga papa kok Dik, ga sakit kok. Beneran deh.

Saya: Dok, SEMUA dokter gigi ngomong gitu sebelum mencabut gigi pasiennya.

Mas Dokter: *menatap saya sambil tersenyum* oh ya?

Saya: Iya. Dan bagi saya, mereka semua berbohong.

Mas Dokter: …

Prosesnya singkat. Tiba-tiba saja si dokter sudah mengacungkan tang yang membawa sebuah gigi mungil. Dan begitu melihat darah mengalir dari lubang mungil di mulut Dian, saya langsung nangis. Dian? Dia diem. Dengan ekspresi kosong. Dia mengikuti suruhan dokter untuk berkumur dan menapalkan segulung kapas di lubang yang berdarah itu. Tapi dia tidak ngomong apapun. Sedikitpun. Teriak juga enggak. NANGIS JUGA ENGGAK. Saya, dengan mata yang berlinangan air mata, bengong menatap dia. Setelah beberapa detik keheningan *selain suara isakan saya*, saya dan mas dokter berbarengan nanya ke Dian: “Sakit ga?”. Dian mengangguk. Masih TANPA MENANGIS SEDIKIT PUN. Masih penasaran, saya lalu nanya lagi: “Terus, kok Dian ga nangis?”. Masih dengan wajah tanpa ekpresi, Dian menyahut: “Dian nangisnya dalam hati”.

Si dokter manggut-manggut sambil tersenyum puas. Saya berasa pengen menggaruk-garuk lantai keramik…

Minggu, 08 November 2009

Random Things (2)

Another unproductive month for me, in terms of updating this blog. Jadi, marrreeee… Kita rapel apa saja yang sebenarnya pengen saya cuap-cuapkan selama ini.

(1) Pak Hatta Jadi Menteri

Bulan kemaren, perhatian sebagian besar rakyat Indonesia tertuju pada berita siapa saja yang dipanggil ke Cikeas. Mengutip istilah salah satu reporter TV (kalo ga salah dari TV One deh), salah satu nama yang kurang familiar bagi orang adalah Prof. Dr. Ir. H. Gt. Muh. Hatta. Iya, kalo orang lain mungkin ga familiar. Tapi bagi kami orang banua *duh, istilahnya :D*, apalagi yang merasa sebagai civitas akademika Unlam, justru merasa paling kenal sama Pak Pembantu Rektor I Unlam ini. Saya sih tidak begitu kenal secara pribadi dengan Pak Hatta. Yang lebih kenal malah Abah nya saya. Secara waktu kuliah dulu, kamar mereka sebelahan di asrama mahasiswa. Kata Abah sih, Pak Hatta itu dulu salah satu qori terkenal di kalangan mahasiswa. Dan dia yang dengan baik hatinya mengurus proses wisuda Abah. Jadilah kami di rumah memandangi layar TV yang menampilkan wajah ramahnya Pak Hatta. Dan saya jadi ingat kejadian 3-4 tahun yang lalu, waktu saya ditelfon beliau. Bukannya apa-apa. Waktu itu, beliau menelfon saya lewat HP saya untuk mengabari bahwa saya bertugas mengawasi tes PMDK Unlam di Kandangan. Masalahnya, waktu menerima telfon itu, saya sedang… gosok gigi… Jadilah saya menjawab telfon itu dengan mulut yang penuh busa sambil agak keselek odol dikit.

Anyway, selamat buat Pak Hatta. Salut! Mudah-mudahan bisa mengemban amanah untuk ngurus lingkungan hidup di Indonesia, sekaligus ikut berpartisipasi in global environmental movement and protection! Not an easy job, huh? But we wish you all the best of luck…

(2) Kopi Darat

Sebelumnya sih memang udah pernah ketemu dengan ibu dokter yang satu ini. Tapi dalam kondisi saya yang setres tralala gara-gara proyek PBI itu. Kemudian interaksi berlanjut melalui celaan-celaan komentar-komentar virtual. Akhirnya, setelah beberapa kali penundaan, saya berhasil nongol di kantornya yang cuma berjarak sepadang rumput ilalang dari kantor saya. Dan dengan penuh integritas sebagai tamu penting, saya minta cemilan dan teh kotak. Sayangnya mahluk sok seksi yang satunya lagi ga ada di tempat, karena mesti kembali ke kampusnya untuk menyambut masa-masa menulis tesis. Kapan-kapan maen kesana lagi aaaahhhh… :D

(3) Pildek

Yang adalah singkatan dari Pemilihan Dekan. Periode lalu, secara calon yang memenuhi syarat untuk jadi dekan ya cuma satu orang *yang saat itu tengah menjabat sebagai dekan*, ya berlalu begitu saja. Tapi untuk tahun ini, ada 4 calon yang maju. Dan mantepnya nih, dari keempat calon tersebut, TIGA orang calon berasal dari program studinya saya. Canggih ga tuh??? Dan proses pildek kali ini lengkap dengan acara kampanye segala. Not bad, sebagai langkah awal menciptakan suasana yang lebih demokratis di kampus. Apalagi proses penjaringan aspirasinya sekarang lebih terbuka. Pake acara nyontreng surat suara segala. Anak-anak BEM dan Himpunan Mahasiswa adalah golongan yang hitungannya paling vocal. Mereka malah dengan mantapnya bikin kontrak politik segala untuk ditandatangani oleh para calon dekan tersebut. Di satu sisi, baguslah, para mahasiswa mulai sadar dan berani mengeluakan aspirasi mereka. Tapi di sisi lain, pas baca kontrak politiknya, yaaa… setengah berasa gemes juga sihhhhh… I mean, COME ON! Be a little more realistic deeeehhh… Minta pengadaan 40 unit komputer dalam jangka waktu 3 tahun? Komentar dosen-dosen yang baca rata-rata senada: “Mau ditaruh dimanaaaaa???”. Anyway, pemilihannya udah berlalu. Pemenangnya udah ketahuan siapa. Sekarang tinggal menunggu, bagaimana sikap sang pemenang dan para yang belum menang menghadapi hasil pemilihan dekan ini? Biarlah waktu yang menjawabnya *berasa geli sendiri ga sih membaca kalimat barusan? So not me deh gaya bahasanya*

(4) Seputar Saya dan TV

Lagi berpikir gimana caranya membujuk Mama dan Abah untuk berhenti langganan layanan TV kabel yang kami pake sekarang, dan menggantinya dengan layanan dari penyedia lain. Pertama, mereka menghilangkan AXN dan HBO. Sungguh menyebalkan. Beberapa minggu kemudian, giliran National Geographic dan Discovery Channel yang raib. DDDOOOOOOHHHHH!!! Dan Mama-Abah masih setia mempertahankan layanan ini dengan satu alasan yang membuat saya setengah miris sepertiga ga ngerti: “kasian sama orang yang tukang tagihnya…”. Oh Mama, betapa baik hatinya dirimu… Tapi tetep aja: KAN GA ADA LAGI YANG BISA DITONTON!!! Mau nonton TV Indonesia? Isinya sinetron mulu. Apalagi S*T*. Sampai saya matiin TV jam 2 dini hari *I am a night person*, tetep aja yang muncul bolak-balik artis-artis sinetron dengan ekspresi yang lebay tralala. Akibatnya saya sekarang kalo liat Shireen Sungkar bawaannya pengen ngelempar dia pake batu bata. Padahal saya tahu kok, kan dia ga salah apa-apa, selain iseng jadi penyanyi padahal ga bisa nyanyi. *dengan ngeri membayangkan Shireen menyanyi: “Kamu kamu kamu lagi… Apa sih, maumu, kerjaanmu mengganggu…"*.

That’s it for now… I’ll be back *soon, I hope :D* !!

Senin, 12 Oktober 2009

Seandainya Ahmad Dhani bisa Dipecat…


“You’re fired”. Cuma dua kata sih, dan hampir semua orang yang berstatus atasan bisa ngomong kayak gini. Tapi kalo yang ngomong Donald Trump dalam acara The Apprentice, efeknya jadi bedaaaa banget kalo dibandingkan yang ngomong adalah saya. Dari dulu, saya dan adek saya cinta mati dah sama acara yang satu ini. Dan sampai sekarang kita bener-bener tidak bisa menemukan logika kenapa Indosiar berhenti menayangkan acara ini, dan malah berbalik arah menayangkan sinetron berartis Indonesia yang berdialog dalam bahasa Indonesia yang tidak baik dan tidak benar/bahasa jawa/bahasa Arab/bahasa Malaysia. Sungguh suatu kejatuhan yang menghentak eksistensi dan harga diri suatu stasiun televisi.

Anyway, walopun telat beberapa tahun, saya dan adek saya akhirnya bersama-sama nonton DVD The Apprentice Celebrity Season 1. Saya punya VCDnya udah dari kapan, dan udah nonton. Tapi adek saya belum. Dan meskipun kami berdua punya selera musik yang tak akan pernah menyatu, kalo soal menonton acara kayak gini dan mengomentarinya, we are partners in crime.

Karena nonton bareng ini kami jadi punya beberapa pemikiran hasil kontemplasi kami bersama terhadap isi dan makna dari The Apprentice pada umumnya, dan The Apprentice Celebrity pada khususnya.

  1. Ivanka Trump itu sungguh BIKIN NGIRI abis. Dia mau pake baju apa aja tetep keliatan kayak foto model. Oh, oke, dia memang foto model sih. Tapi maksud kami, dia beneran CANTIK BANGET. Dan cantiknya adalah cantik yang mengintimidasi, karena dia juga keliatan oh-sungguh-cerdas-dan-tangguh-nian kalo lagi ngomong. Paris Hilton mungkin nasibnya ga jauh beda dari Ivanka, sama-sama ditakdirkan lahir dari orang tua yang hartanya ga abis-abis sampe tujuhbelas turunan. Tapi kalo ngeliat Paris mah ujung-ujungnya jadi kasian, cantik-cantik tapi lemot jaya. Kalo Ivanka, asli, she’s smart. Duh, beneran ada ya manusia kayak gitu yang beneran idup, bukan cuma mitos doang?
  2. Kalo misalnya Indonesia bikin The Apprentice Celebrity, kira-kira, siapa aja ya pesertanya? Kalo versi aslinya kan 7 cowok, 7 cewek tuh. Aku dan Ita sempat berdiskusi serius mengenai para selebritisnya Indonesia yang kayaknya seru kalo dimasukin sebagai peserta. Kalo menurut versi saya *plus beberapa masukan dari Ita* nih ya:

Peserta Cewek: Julia Perez, Andi Soraya, Cinta Laura, Sherina Munaf, Angelina Sondakh/Artika Sari Devi, Fira Basuki/Ayu Utami/Dewi Lestari, Melly Goeslaw

Tiga nama pertama memang bener-bener cuma for entertainment purpose, untuk memuaskan nafsu mencela, dan kami bener-bener tergoda untuk memasukkan nama Dewi Perssik. Nama-nama sisanya, apalagi Sherina dan Angelina/Artika, memang saya pikir bakal bisa menunjukkan kecerdasan mereka kalo ikut acara kayak The Apprentice. Melly juga saya masukin karena bagi saya, Melly adalah satu dari sedikit penyanyi wanita Indonesia yang keliatan banget punya kepribadian yang kuat.

Peserta cowok : Christian Sugiono, Ahmad Dhani, Eross Chandra (SO7), Saiful Jamil, Desta Club 80s/Ringgo Agus Rahman, Ananda Mikola/Taufik Hidayat, Dave Hendrik/Ivan Gunawan

Umm… agak ga imbang ya kayaknya kekuatan tim cowok dengan tim cewek? Heueheuheue… Christian, tentu saja adalah jenis seleb yang ingin kami lihat dalam acara apapun. Ahmad Dani, sungguh, kami pengen liat gimana dia bisa bekerja sama dengan orang lain. And we really want to see his expression when somebody says” You’re fired” to him. Saiful Jamil? Liat alasan kenapa kami memilih Jupe-AndiSoraya-Cinlau. Eross? Ga tau kenapa, saya pengen aja. Lagian kayaknya seru aja melihat Eross yang biasanya polos-ndeso dan Jowo tenan itu ikut acara kayak ginian. Sisanya mah, biar seru aja. Eh, apa kalo Deddy Corbuzier dimasukin, gimana kira-kira?

Well, itu pilihan saya dan adek saya sih. Cuma sekedar berandai-andai. Apalagi kalo mengingat egonya para seleb kita, yang ga bisa kesinggung dikit langsung mengajukan tuntutan atas “pencemaran nama baik” atau “perbuatan tidak menyenangkan”, kayaknya nyaris tidak mungkin para seleb tersebut mau ikut acara kayak ginian. Konsekuensinya itu lho bo’, DIPECAT!! Eh, tapi seandainya banget, acara The Apprentice Celebrity versi Indonesia beneran ada, kayaknya saya bakal jadi salah satu penonton setia deh :D

Minggu, 04 Oktober 2009

Saya Mungkin Tak Sekuat Mereka

Innalillahi wa inna ilaihi roji’un… Saya bersama berjuta rakyat Indonesia kembali meneteskan air mata. Bumi pertiwi ini kembali bergoncang, dan kita hanya bisa terpekur melihat bukti, betapa manusia sungguh tak berdaya di hadapan Sang Pencipta Alam… Belum sebulan berlalu semenjak para saudara kita di Jawa Barat berduka, tanggal 30 September kemarin Tanah Andalas dirundung duka. Sungguh, gempa dengan skala 7,6 Skala Richter itu telah meninggalkan satu lagi catatan duka bagi Indonesia.

Dan saya merasa malu pada keluh-kesah saya, yang tak ada artinya dibandingkan duka mereka yang kehilangan segalanya.

Betapa saya benci pada ketidakberdayaan saya untuk sekedar meringankan beban mereka.

Saat mereka dengan penuh linangan air mata berkata, mereka mengikhlaskan kepergian orang-orang tercinta, bahwa mereka pasrah dan hanya bisa berserah diri pada Yang Kuasa, saya merasa tertampar.Sanggupkah saya sekuat mereka? Mereka kehilangan apa yang mereka bangun selama bertahun-tahun. Mereka tak akan bertemu kembali dengan orang-orang yang paling mereka kasihi. Dan mereka masih sanggup untuk berdiri dan berkata, “Inilah cobaan dari Alloh SWT”, meski dengan air mata yang tak henti menderas di wajah mereka. Sanggupkah saya memiliki kekuatan sebagaimana mereka untuk mengikhlaskan yang terjadi?

Dan saat saya memandang wajah-wajah mereka, secangkir kopi yang saya teguk saat ini terasa jauhlebih pahit daripada biasanya…

Ya Alloh, sungguh, Engkaulah yang Maha Tahu, apa yang terbaik bagi kami semua…

Ya Alloh, berikanlah mereka ketabahan dan kekuatan untuk tetap berjalan, dan tetap meyakini bahwa dengan kasih sayangMu, selalu masih ada harapan…

Selasa, 29 September 2009

Lebarannya Saya dan Pasca Lebarannya

Gimana, gimana Lebarannya sodara-sodara?? Doh, udah lewat seminggu sih.. Tapi, mohon maaf lahir dan batin yak! Secara aku nyadar diri, dengan kelakuan yang begini adanya, itu dosa yang nyadar aja numpuk, apalagi yang kagak nyadar… Jadi, seriously, I do apologize for everything. Seperti kata Mas-mas di pom bensin, “dimulai dari nol ya…”.

Tahun lalu Lebaran di negaranya Kevin Rudd, tahun ini udah kembali ke Banjarmasin tercinta.

Nyaris sama dengan kejadian rutin yang dialami ribuan rakyat Indonesia yang menyandarkan kehidupan sehari-harinya pada asisten rumah tangga, menjelang Lebaran saya selain kerja sebagai dosen *a fact that a lil’ bit unbelieveable for people who knows me*, juga nyambi jadi kuli rumah tangga, secara si Mbak memutuskan untuk menghilang dari kehidupan seharai-hari rumah tangga kami. Tidak sekedar mudik sodara-sodara, si mbak ini memutuskan untuk pensiun dini dari profesinya di rumah kami. Demi suatu pilihan yang menurut dia lebih baik: bantuin bibinya yang dagang ayam di pasar untuk nyabutin bulu ayam. What a choice.

Hari terakhir puasa, penghuni rumah bertambah *sementara* dengan kehadiran adik tercinta saya *dan tolong, kata-kata ‘tercinta’ itu bisa berarti macam-macam*. Secara dia adalah contoh perantau di kota Jakarta yang gampang banget nyari makanan enak, dia memproklamirkan diri menjadi seksi konsumsi di rumah kami dalam rangka Lebaran. Tuduhan sinisnya pada saya bahwa saya bersemangat menyambut kedatangannya hanya demi kue Lebaran, tentu saja diakui kebenarannya dengan penuh kesadaran oleh diriku yang jujur ini. Dan mungkin, di balik sikap keibuannya, Mama pun sepertinya diam-diam lebih memilih kue-kue yang dibawa oleh Ita dibanding kue yang dengan bangganya daku bawa pulang dari Martapura. Ya iyalah, aku bawa pulang kue lapis legit kukus cap Haji Enong, si Ita bawanya Opera Cake dalam kotak berlabelkan “Harvest”. Gimana ga njomplang? Heuheueheue… Masih menyangkut urusan dapur, dengan bangga saya umumkan bahwa Lebaran kali ini saya bener-bener MEMASAK. Suatu hal yang menjadi terobosan besar bagi saya, secara biasanya hubungan paling mesra antara saya dan dapur cuma berkutat di sekitar urusan cuci piring di dapur. Tahun lalu memang saya bela-belain bikin wadai Ipau, tapi itu kan dalam kondisi dan situasi yang cukup memaksa saya untuk melakukannyaaaaa… Jadi di hari terakhir Lebaran itu saya menghabiskan berjam-jam penuh perjuangan di dapur untuk bikin macaroni panggang dan pudding. Keren. Canggih ya saya? Mama yang sempat terpana dengan kejeniusan mendadak saya lalu menambahkan tugas untuk membuat agar-agar coklat. Cuma pake bubuk instan doang sih, yang tinggal tambah air, dimasak sampe mendidih, udah. Dan saya pun sukses. Untuk menggosongkan agar-agar coklat itu. Iya sodara-sodara, agar-agar, “kue” paling gampang segalaksi Bima Sakti ini, dan saya masih aja gosong bikinnya. Betapa terpukulnya diri saya. Mama lebih terpukul lagi, memandangi pancinya yang gosong berkerak hitam. Eh, tapi pudding yang bikinan saya lumayan sukses kooooookkk… seriusan. Makaroni panggangnya juga lumayan. Lumayan bener bentuknya. Rasanya lumayan kurang asin, jadi mesti dimakan pake saos tomat biar ada rasanya.

Lebarannya sendiri, pas hari-H tuh ya… Sempet diwarnai dengan insiden Mama yang nyaris ketinggalan mukena pas udah jalan 50 meter dari rumah. Dan seperti biasa, hari H lebaran ini adalah saatnya dimana keluarga dari pihak Abah bermunculan. Sama sepupu-sepupu dan kerabatnya Mama. The bottom line is, di hari itu kami harus mencuci gelas dengan jumlah yang setara dengan jumlah kumulatif gelas yang kami pake selama 2 minggu pada hari-hari biasa. Menurut estimasi Yana, total tamu yang datang dalam 5 gelombang itu sekitar 60an orang kali ya…

Setelah Lebaran, kan masih ada tuh cuti bersama, dan setengah sengaja setengah tidak sengaja, saya menambah jatah cuti bersama itu dengan bolos mandiri. Hari Kamis memang saya males dateng ke kampus, sementara di hari Jum’at, saya baru nyadar bahwa saya ada jadwal ngajar jam 8 pagi pada saat saya lagi ngejemur cucian pada jam 07.55. Apa mau dikate… Besoknya, saya dengan manisnya nyengir waktu ngelewatin Gedung Serba Gunanya Unlam, dimana para Civitas Akademika Unlam lagi pada bersama-sama merayakan Dies Natalis Unlam ke-61, sementara saya jalan-jalan sekeluarga.

Apa saja yang saya lakukan dalam rangka berkegiatan di libur cuti bersama *plus bolos mandiri* tersebut? Salah satunya: nonton infotainment dwwooooongggg… Termasuk mencermati *dan tentu saja, mengomentari* kegiatan adik kita Chinchah Lowrah yang diliput saat membuat kue Lebaran khas keluarganya dia. Kue Lebaran dengan nama yang sungguh keren: “Banana and Carrot Cake”, yang begitu jadi tampilannya ga ada bedanya sama kue bolu biasa. Salah satu statement yang agak menohok perasaan saya yang halus ini, waktu Dek Chinchah ngomong: “Aku biasanya ga begitu suka ya, cake dan cookies yang suka ada waktu Lebaran itu, karena too much sugar, nyaris ga natural sama sekali, itu kan sangat tidak healthy”. FYI, saya menonton dia ngomong begitu setelah baru saja menghabiskan 2 potong Opera Cake, 3 potong black forest cake, secangkir Nescafe 3in1 Original, dan sedang memeluk mesra setoples Kaastengels.

Anyway, sekali lagi, Selamat Lebaran semuanyaaaa…

Semoga Lebaran kali ini ga cuma berarti Ramadhan sudah berakhir, tapi juga awal bagi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik… AMIIIIINNNN!!!

Minggu, 06 September 2009

Berantem demi Membela Kebenaran

Beuh. Judulnya aja udah kayak Ksatria Baja Hitam gitu yak? Nggak kok. Itu mah judul yang hiperbolis. Jadi ceritanya gini. Siang-siang *jam setengah dua-an gitu*, panas-panas, lagi puasa pula, di depan Pasar Malabar yang ruwet, semrawut dan berdebu, gua dong dengan beraninya berantem sama tukang tipu orang. Well, to be exact, salah satu dari rombongan tukang tipu. Hhh.. Sebel deh gua.

Sebenernya setori alias cerita soal rombongan tukang tipu ini udah rada lama. Sebelum aku berangkat sekolah kemaren pun aku udah sering bertemu dengan rombongan tukang tipu keliling ini. Bahkan tukang mopnyet keliling pun sepertinya jauh lebih bermartabat dibandingkan rombongan penipu ini. Modus operandi mereka mah dari dulu ga berubah. Mereka bakal naik angkot alias taksi kuning yang mangkal di luar Pal 6. Berombongan, tapi ya, pura-pura saling ga kenal. Terus salah satu dari mereka bakal mulai beraksi dengan nanya-nanya arah ke Pelabuhan. Cerita berlanjut, si “perantau” ini bakal mengeluh ga punya ongkos. Lalu dia bilang dia punya cincin yang mau dia jual. Anggota kelompok lain ceritanya mau beli, tapi cuma bawa uang 200-300rebu, padahal si perantau pengennya lebih dari itu, Biar drama mereka lebih meyakinkan, ada tuh Pa Haji yang berlagak bisa memeriksa keaslian si cincin, dan meyakinkan orang-orang kalo cincin itu asli dan bernilai tinggi. Intinya mah, mereka berusaha supaya orang atau calon korban merasa tertarik dan end up membeli cincin palsu *yang kagak ada bagus-bagusnya itu*. Udah gitu, beberapa anggota dalam rombongan pencuri berfungsi sebagai penggembira alias tukang memanas-manasi calon korban untuk membeli cincin itu. Sebenernya nih, 2 tahunan yang lalu aku udah pernah bermasalah langsung sama mereka, gara-gara aku berusaha memberitahu ibu-ibu yang jadi korban mereka. Gua rada dijegal gitu waktu mau turun dari angkot, dan pas turun juga masih dikejar, dan diomel-omelin sama mereka.

Nah, hari ini tadi, tumben-tumbenan aku naik angkot ya kebareng rombongan ini lagi. Tadinya gua sempet ga nyadar, secara anggota komplotan mereka ternyata berganti formasi, kecuali satu orang yang duduk di sudut banget. Nah, pas si angkot jalan, filing gua udah ga enak aja waktu laki-laki yang duduk di sebelah aku nanya-nanya ni angkot mau kemana. Eh, bener, polanya terulang lagi. Tapi yang ditawarkan kali ini adalah semacam jimat gitu. Duh. Gua udah istigfar aja berkali-kali. Bulan puasa, masiiiih aja nyari nafkah dengan cara nepu tepu gitu. Dan yang tambah bikin gua miris adalah kok ya ada Mas-mas yang ketipuuuu… Padahal dalam angkot gua udah berusaha ngasih isyarat ke cowok itu. Eh, pas aku turun di Malabar, si cowok itu turun juga. Aku tanyain si cowok, eh, dia beneran jadi beli. Dooohh… Pas aku bilang kalo dia ditipu, salah satu anggota regu pencuri itu ternyata juga turun tuh, langsung dong dia nyamperin aku dan marah-marah ke aku. Ga tau dapet keberanian dari mana, atau akunya aja yang udah gatel pengen nyolot, aku bales marah-marah ke dia. Jadi ya gitu. Bayangkanlah seorang laki-laki berusia 30an bertampang tukang tipu berkulit kelam segelap pekerjaannya dengan tampang ala preman yang beradu mulut dengan seorang gadis (manis, tentunya :D) berbaju dress warna hijau dengan kerudung hijau pink di depan rombongan tukang ojek. Beuh. Gua udah bodo amat mau diliatin orang. Pokoknya mah aku ngomel-ngomel bernada tinggi, sementara si laki-laki penipu itu juga marah-marah ke aku. Si cowok korban penipuan itu malah bengong. Aku ga ngerti, akhirnya dia percaya sama aku apa gimana.

Sebenernya deep down inside, aku rada nyesel, kenapa ga semenjak dalam angkot itu aja ya aku udah nyolot kalo mereka itu rombongan ga bener.

Duh, masih berasa miris aja kalo inget rombongan itu. Lebih miris lagi kalo ada yang jadi korban mereka…

Jumat, 04 September 2009

Random Things (1)

Gileeee… Berasa lama banget ih ga nulis-nulis disini. Begitulah. Bawaannya ngantuk melulu. Dan karena ini siang menjelang pukul 2, dimana rasa kantuk udah banget-banget, let me just post random things that happen to me recently.
  1. Puasaaaa…

Duh, perasaan baru kemaren gua puasa di lain benua. Ternyata udah setahun cing! Emang beda ya puasa di kampung halaman sendiri sama di negri orang. But it’s just so nice to hear the adzan coming from the mosque near my house. Kayak iklan the botol s*s*o, “nikmatnya tak tergantikaaaan…”. Betewe, ponakanku si Diduy duy duy durududuy ikut puasa jugaaa… Bangga deh, dari 12 hari puasa ini dia biasa puasa full sampe Maghrib itu 9 hari. Keren ya? Baru kelas 1 SD lho padahal. Dan kita juga di hari-hari awal malah khawatir dan menyuruh dia puasa setengah hari aja. Tapi dia dengan tekad berlapis titanium ngomong: “Dian masih kuat koook..”. Aduh, ponakan kuuuu… Perasaan malah lebih lemes gua deh dibanding dia. Seringkali kami sekeluarga memang merasa bangga melihat prestasinya yang bias puasa dull, tapi juga suka ada momen-momen dimana kita suka mau histeria lalala kalo melihat napsu makannya pas buka puasa. Ih, dia mah porsi standar orang dewasa, bukan porsi anak umur 6 taon yang baru aja belajar puasa.

  1. Back to Campus

Tapi sekarang, back to campus dengan status yang mengoreksi tugas instead of doing it. Huhuuuuy…!!! Dapet jatah dua mata kuliah, Kimia Dasar (obviously, dari dulu dapetnya itu) sama Kimia Lingkungan. Tadi udah sempet seneng. Tapi ternyata, bukan cuma mata kuliah, gua juga dapet jatah koordinator untuk 4 praktikum. Siaul. Dan disuruh ngajar di Fakultas lain. Akahhaahahahaha… Meja masih nebeng di meja Kamil, secara Kamil masih cuti hamil/melahirkan. Dan FYI ni ye… di PS Kimia dosen yang lagi hamil dalam jangka waktu yang cukup berdekatan ada 5 orang. Serius. Terus teknisi Kimia juga ada yang lagi hamil. Mantep. Cutinya bakal deket-deketan tuh. Semester baru resmi dimulai tanggal 31 Agustus kemaren, dan diawali dengan pengenalan dosen dan mahasiswa baru. Frankly speaking, mendingan yang tahun-tahun kemaren. Soalnya kalo tahun kemaren P’Taufiq (KaPS waktu itu) masih kepikiran untuk perkenalan pake slide yang isinya foto-foto dosen PS. Nah, KaPS sekarang kayaknya ga sempet kepikir kali ya. Jadi perkenalannya mah ya lempeng dot kom gitu aja. Dosennya beridri satu-satu diiringi kalimat perkenalan dari KaPS. Ya standar sih, nama, alumnus mana, bidang keahlian apa. Eh, pas giliran gua dong, pas gua berdiri, anak-anak 2007 yang jadi panitia dan duduk di belakang dengan kompak dan teganya langsung ngasih applaus gitu. Gua langsung cengangas-cengenges ga jelas. Mahasiswa barunya pasti pada bingung, ada apakah gerangan dengan ibu dosen yang satu ini sampai para senior mereka berkeplok-keplok ria. Kemaren waktu ngajar di Fak. Pertanian kan aku ga tau tuh ruangannya yang mana. Bertanyalah daku pada bapak-bapak yang jaga. Eh, si Bapaknya dengan cueknya ngomong gini: “Ruang Kasturi di sebelah sana tuh. Tapi dosennya belum datang kok.”. Euh. Pak, saya lho Pak dosennyaaaa……

  1. Bisa onlen di rumah

Dan onlinenya ga pake telkomnet instan yang lambreta majoreta ituuuu… Aku kemaren akhirnya beli USB Modem. Yang merknya O2, modelnya MC930D, beli 500rebu, bareng sama Destri yang dosen Farmasi. Sementara ini masih pake Telkomsel Flash, yang Simpati tapi. Males gua ikut daftar yang Telkomsel Flash Corporate itu. Seratus rebu sebulan bo’. Sebenernya sih murah ya, tapi itung-itung, toh di kampus juga ada inet, ada wi-fi (kalo lagi bener, beruntung dan suasananya kondusip). Dan warnet juga deket aja dari rumah. Ya udahlah, toh aku makenya cuma buat cak-cek imel doang.

  1. Manohara ada dimana-mana

Eh, gua beneran kaget lho waktu nyadar bahwa sinetron Manohara itu ternya beneran serius ada toh? Gileeee… Dan tampang dia tuh mulus bening kinclong gitu. Katanya disiksa abis sama si suami Kelantan tea?Mana? Mana? Manaaaaa???? Gua aja yang belum pernah jadi korban KDRT (doh, naudzubillah, jangan sampe deeehhh..*knock on wood*) tampangnya kagak mulus-mulus amat kayak die. Udah gitu, disini tuh yang lagi ngetop dong sekarang: Kerudung Manohara. Gua sama Mama kan bingung. Ini Manohara yang dijadikan nama model kerudung itu beneran Manohara yang itu? Perasaan kan dia ga pake kerudung. Dan kemaren, waktu gua lagi baca Banjarmasin Post gitu, ada resensi soal model baju gitu. Ada tuh model baju yang judulnya “Jubah Manohara”. Halah. Bahas…bahaaaaasss… Gua sama Mama sampe sama-sama meyakinkan diri, Manohara emangnya pake jubah? Doh. Dia memang lagi ada dimana-mana deeehh…

Rabu, 26 Agustus 2009

Demi Selembar SK Penyetaraan

Adakah yang ijazahnya bukan produksi dalam negri? In simpler words, ijazah anda dari Universitas luar negri? Well, kalo iya mah, kayaknya nasib anda mirip-mirip dengan saya, yang baru saja bela-belain ke kantor Depdiknas di Jakarta hanya demi selembar kertas. Untungnya bukan kertas kosong, melainkan selembar SK yang menyatakan bahwa gelar saya memang beneran setara dengan S2 yang diakui di Indonesia.

Jangan tanya kenapa kita perlu proses penyetaraan ini. Saya mah dengan itikad baik meyakini bahwa pasti ada manfaatnya. Yah, at least biar urusan berkas-memberkas yang merupakan bagian integral dari birokrasi kita bisa berlangsung dengan lancar. Tadi sih sebenernya saya pengen nyelesain urusan ini nanti-nanti aja, habis Lebaran gitu. Tapi demi melihat perkembangan bunyi imel di milis yang saya ikuti, bahwasanya DIKTI mulai September tidak mau memproses penyetaraan ini lagi, barulah saya panik dot kom. Well, sebenernya bukan tidak mau menyetarakan sih, tapi menurut peraturan terbarunya DIKTI, kalo jurusan kita suda tercantum di daftar jurusan yang diakui oleh DIKTI, ya ga usah diurus lagi. Taaaapiiii…ternyata kayaknya WNI yang ngambil jurusan Master of Environment and Sustainability di Monash itu baru saya deh. Soalnya saya scroll bolak-balik, tetep aja judul jurusan saya itu ga muncul di list nya DIKTI itu. Jadi ya udahlah, daripada daripada, mendingan mendingan…

Di Jakarta, untungnya saya nginep di kost-nya Ita *my one and only sister* di Benhil. Jadi ke kantor DIKNASnya gampang. Tinggal naik busway dari halte Benhil, terus turun di halte Bundaran Senayan. Jeng jeeeng… Sampailah kita di kantor DIKNAS. Kantornya DIKTI yang *salah satu* kerjaannya ngurusin penyetaraan ijazah kayak ginian ada di Gedung D lantai 7 *yah, siapa tau ada yang pengen ngurus jugaaaa…*. Saya nyampe disana jam 07.30, padahal layanan baru mulai jam 9. Qeqeqeqeqe… Entah saya terlihat seperti orang yang kerajinan, atau bahkan orang yang sungguh kurang kerjaan sampai-sampai jam segitu udah nongol.

Prosesnya sebenernya ga rumit sih. Cuma naik lift ke lantai 7 *kalo bisa terbang sih monggo*, daftar ke resepsionis, tunggu giliran. Terus tinggal menyerahkan berkasnya: fotokopi ijazah terakhir di dalam negri, fotokopi ijazah yang diperoleh di luar negri berikut transkrip nilai, fotokopi tesis, buku panduan/handbook nya jurusan kita. Terus secara status saya adalah pegawai negri, pake fotokopi SK tugas belajar, fotokopi surat SETNEG, fotokopi kontrak beasiswa dengan AusAid *secara kan saya beasiswa dari APS*. Udah. Eh, sama 3 lembar pas foto item-putih 4x6 ding. Sama ngisi formulir juga. Terus semua berkas tadi juga diserahkan sambil nunjukin dokumen aslinya. Sama petugas data kita bakal dientri, terus nanti dikasih tanda terima. Kemaren yang melayani saya namanya Bu Wiwiek. Baiiiik deh. Sempet ngobrol-ngobrol juga bentar.

SK nya ga langsung jadi, soalnya mesti melewati proses sidang penilaian dulu. Jadi untuk membahas penyetaraan ini, ada semacam sidang penilaian yang dilangsungkan sebulan sekali. Sidangnya tiap minggu ketiga di tiap bulannya. Kalo kita masukin berkasnya di minggu keempat, bisa aja sih, tapi ya…baru diproses dalam sidang di bulan berikutnya. Kalo udah lolos sidang sih, prosesnya sekitar 2 mingguan gitu deh. Bisa dicek online kok, di www.evaluasi.or.id.

Eeeniweeei… Jadilah saya sekarang dalam proses menunggu dan menanti… Demi selembar SK, ke Jakarta aku pergi, busway kunaiki, kantor DIKNAS kudatangi…

Sabtu, 15 Agustus 2009

Setelah Satu Bulan...

Arrrrggghhh... Satu bulaaaaannnn! Lebih deh kayaknya malah.. Hampir dua bulan yak? Kirain lho, setelah tesis selesai, nilai keluar (not very good, but not bad:), tell you later about it next time), bakal bisa berleha-leha dan menikmati saat-saat terakhir di Melbourne (oh, okay, not exatly Melbourne, but Clayton). Ternyata sodara-sodaraaaaa.... Yang ada aku merasa keberadaanku semakin tidak jelas mana kaki mana kepala.

Just a quick up-date soal apa saja yang sempat terjadi selama satu bulan (lebih) terakhir ini...

1. A holiday trip to Gold Coast
Bareng sama Iin (housemate tercinta), Mb' Vike (sang mbak Kepanjen) dan Dinni (a person that I hate to love :) ).

2. Ngepak barang untuk di kargo
Aku pertama kali berangkat dari Indonesia 1,5 tahun yang lalu hanya dengan sebuah koper seberat 36 kg, plus sebuah ransel seberat sekitar 7 kg. Setelah 1,5 tahun, guess how much stuff that I have? Aku akhirnya mengirimkan : 18 koli barang with a total of 181 kgs of things. Dan sunguh, aku juga tidak mengerti barang apa saja yang aku masukkan ke dalam kotak-kotak itu...

3. Farewell Party alias pesta perpisahan
Persiapannya sampai bisa dibikin script drama, karena salah satu panitianya adalah diriku yang memang tak terbantahkan sebagai drama queen, dan ternyata ada salah satu pihak yang bisa oh-sungguh-lebay-melebihi-diriku. Gee, I might be a drama queen, but this person, she is a drama goddess who thinks her self is a queen bee or something... Eeeeniweeeiii... Dengan persiapan yang menempa para panitia inti menjadi orang-orang yang lebih sabar, eksekusi acara cukup sukses :D. Yah, at least seneng banget bisa kumpul kumpul bareng temen-temen dan seneng-seneng bareng...

4. WISUDAAAAA....
Yeiyyyy... Akhirnya toga itu kupakai juga!

Dan satu kesempatan langka, pas lagi foto bareng sama temen-temen, Xue Ting mangil-manggil aku, ngasih tau kalo Chancellor lagi jalan keluar gedung menuju kantornya, masih memakai baju akademik resmi gitu... Jadilah kamki berfotoooo... Duh, seneng banget *eh, poto sama Rektor UGM aja aku kagak pernaaaahhh *.

5. Going Home
So, here I am rite now, di kampus tercinta... Facing the real life. Hopefully after all that I have learnt, I would be able to be a better person...


PS: Okay, berada kembali di rumah tercinta also means one thing: frekuensi onlineku jadi menurun drastis.. :)

Senin, 06 Juli 2009

melantunkan rasa yang tak dapat kuraba...

karena gerak langkah seringkali adalah cerminan rasa
dan kata yang terucap kadang menandakan yang ada di hati
bagaimanakah aku harus mengurai maknanya?
tak pernah pasti...seperti pernah kau ucap
hati kita yang sederhana seringkali menyerah, tak mampu memahami rasa yang rumit
dan aku tak heran, bukankah itulah kau? bukankah seperti itulah kau pandang aku?

berusaha meretas aliran rasa
berayun pada sehelai tipis keinginan
untuk tetap bertahan dari arus jiwa
yang seakan memaksaku untuk berbalik dan mengakui...

sungguh, aku tak ingin menggali kembali kunci itu
toh pintu ini telah retak, adakah gunanya kubuka kembali?
meskipun jauh di balik pintu itu sebuah lentera masih menyala
entah sampai kapan
karena aku pun tak kuasa menyuruhnya padam

dan purnama yang pucat ini menyuruh kita diam
aku menatapnya
sekilas berharap kau juga menatapnya
dan berdoa semoga kau berlalu
tapi dalam hati meragu, itukah yang sungguh kupinta?

Tuhan, mengapa harus ada likuan ini?
tak bisakah aku menggandeng bintang untuk menyusuri jalan tanpa kelokan?

Rabu, 24 Juni 2009

Black, White, and Shades of Grey

I might be a freak, tapi entah kenapa, seringkali saya menyukai tokoh-tokoh antagonis, entah dalam buku atau film. Atau paling tidak, karakter yang digambarkan ga baik-baik amat. Bartimaeus definetely comes as my favourite character. Sebagai jin yang menjadi tokoh utama di Bartimaeus Trilogy, jelas dia bukan tokoh baik-baik. Tapi sarkasme yang dia miliki, dan selera humor yang menurut saya sungguh cerdas, benar-benar membuat saya jatuh hati. Duh, kalau dibandingkan sama siapa-itu-tokoh-utama-di-novel-Ayat-ayat-Cinta, Bartimaeus jelaslah tokoh yang jahat sungguh. Sementara mungkin si lelaki yang-begitu-sempurna-nyaris-tanpa-cacat-selain-kecenderungannya-untuk-nangis-melulu ini ada di titik ekstrem orang baik, dan Bartimaeus kemungkinan besar ada di ujung ekstrem lainnya. But still, saya kok lebih suka Bartimaeus ya? Sepertinya mungkin saya akan lebih cocok berteman dengan si Bartimaeus dibanding si lelaki itu (siapa sih namanya? Fahri? Fahmi? I have a feeling that his name starts with "F").

Inget serial Ally McBeal zaman dulu? Karakter favorit saya disitu adalah Ling Woo. The bitchy lady. I just love her. I mean, she's bitchy, in a very elegant way. Ekspresi lempengnya dia tiap kali nyela orang, komentar pedasnya yang nusuk abis tapi ngena banget, I was amazed by her.

Di minggu ke 6 untuk mata kuliah Environmental Revolution, kami membahas mengenai drama yang ditulis Goethe, Faust. Di kelas, saya mengutarakan ketertarikan saya pada Mephisto, the devil's character in the play. Teman-teman sekelas yang lain langsung pada tertawa, tapi Priya, dosen kami itu, menanyakan alasan saya. And I said, "because he is definetely evil *hey, he's the devil anyway, he should be evil!*, but he is evil in such an elegant way. Just look at the way he talked to Faust, instead of directly show Faust what he has to do, Mephisto persuaded Faust to do some things by showing Faust what might come as a result...". Priya langsung manggut-manggut, dan berkata, "I also think that unconsciously people will also like Mephisto, because he makes things happen, in his own way".

Dan entah kenapa, saya menulis ini di status fesbuk saya: "Utami thinks that if she ever has to do something evil, she will do it in such an elegant way, just like Mephisto". Salah satu teman pun komen, "memangnya ada evil yang elegant?".

Dear, in the real world, things don't come in pure black and white. There are shades of grey. Be honest, even your favourite people, might still have some weaknesses. Dan seringkali kita dikejutkan dengan kenyataan bahwa orang-orang yang kita anggap, well, katakanlah jahat *i hate that word, by the way, the sense is too strong*, ternyata masih punya sisi-sisi kebaikan.
Bartimaeus, misalnya, meskipun hubungan dia dengan Nathaniel tidak pernah benar-benar mulus, toh, akhirnya di ujung cerita sepertinya menyukai Nathaniel. Bahkan seperti kata K'Alfi, mungkin kalo ada lanjutan trilogi ini, Bartimaeus will take the form of Nat instead of Ptolemy. Di salah satu episode Ally McBeal, seingat saya, Ling pernah membantu seorang anak kecil di rumah sakit dan Ling nyari menangis karena tersentuh oleh anak kecil itu.

Kadang-kadang, saya justru merasa bisa lebih banyak belajar dari tokoh-tokoh antagonis itu. Bukan, not learning how to be evil. Tapi saya belajar bahwa meskipun orang memandang rendah kita, meskipun orang sebel sama kita karena kitalah si antagonis itu, it shouldn't stop us from doing good things. Duh, ekstrimnya nih ya, saya sempat merasa emosi sesaat waktu mendengar seorang wanita berjubah buru-buru membersihkan lantai yang bekas dipakai seorang teman untuk sholat, hanya karena teman itu ternyata tidak memakai kerudung dalam kesehariannya. Dan dia melakukannya di HADAPAN teman saya itu. Astaghfirulloh... , menjaga hubungan baik dengan sesama manusia bukannya juga ajaran Islam sih? Dan saya merasa begitu tersentuh waktu saya melihat seorang laki-laki sangar bertato membantu seorang nenek tua menyeberang jalan yang ramai di Jogja dulu. Di dua hal tersebut, bisakah kita memberi warna hitam dan putih? Dan menyadari bahwa dunia tak hanya hitam putih ini membuat saya berusaha untuk terus belajar mencoba melihat seseorang tak hanya di permukaannya saja. Apakah hitam yang dilakukan seseorang memang karena dorongan hitam hatinya? Apakah putihnya seseorang itu absolut? Karena saya sendiri pun sadar, saya tak akan pernah menjadi putih, tapi saya terus berusaha agar tidak berada di titik ekstrim hitam *eh, kok malah berasa kayak iklan pemutih wajah ga sih?*. And my window to see the world, it reflects many shades of grey...

Senin, 15 Juni 2009

Me vs My Thesis: Season Finale - Episode 3: People Behind the Scene

Biar gimana juga, thesis ini bukan hanya hasil kerja keras saya *plus bimbingan si supervisor yang ganteng-ramah-cerdas-nian itu*. Banyak orang yang juga turut berperan dan membantu saya.

1. Abah-Mama-Ita
Orang tua dan adik saya tercinta. What more to say? Berkat doa dan kasih sayang mereka lah saya bisa sampai disini dan terus bertahan. In fact, they are the reason for me doing this. Yang agak lucu mungkin soal peran serta Abah. Pernah waktu ngumpulin data, saya sampai 4-5 hari googling dan tidak berhasil menemukan data tentang peraturan pemerintah yang saya cari. Waktu saya nelfon ke rumah dan curhat soal ini, tanpa disangka tanpa dinyana sodara-sodaraaaa… Abah termasuk salah satu orang yang terlibat dalam penyusunan peraturan pemerintah tersebut! Jadilah Abah mengkopikan peraturan pemerintah itu dari komputernya Abah di rumah, dan mengirimnya lewat e-mail dengan bantuan petugas warnet. Gyahahaha… Christian juga sampai ketawa waktu saya cerita soal ini, dan berkomentar: “See? Sometimes we just don’t know what’s happening in our own house.”. Saya agak tersentil dengan ucapan Abah soal tesis ini: “Walaupun ini tesisnya Ami yang nulis, ini bukan cuma soal Ami. Jangan lupa bahwa Ami itu membawa nama Indonesia. Apalagi Ami kan statusnya anak beasiswa, yang artinya adalah orang-orang pilihan dari Indonesia. Kalau Ami sampai sembarangan mengerjakannya, orang bakal mikir, ‘oh, orang pilihan dari Indonesia bisanya kayak gini doang toh?“. Hiks… Thank’s for reminding me about that Dad… You are just so right.

Ita, adek saya itupun termasuk pemantau setia progress saya. Biasanya dia bakal mengYM saya dan mulai menginterogasi saya kalo dia melihat aktivitas fesbuk saya agak di atas normal. Dan dia juga yang selalu menyemangati saya kalo saya udah merasa that I'm getting nowhere with this whole thing. Anyway, tetep aja, kadar kenormalan hubungan kakak beradik kami bisa dilihat dari berapa kali kami saling memanggil "dodol" satu sama lain. Semakin tinggi frekuensinya, semakin normal hubungan kami :D.
Put simply, I dedicate this thesis to them, my parents and my sister.
And my niece to, if only she’s old enough to understand :D. Oh, and FYI, Dian ini adalah keponakan saya tapi BUKAN anak dari adik saya satu-satunya itu. Long story.




2. Matthew
Matthew ini staf di Arts Language and Learning Unit. Jadi kerjaan dia adalah membantu siswa-siswi Arts yang kesulitan untuk menulis, terutama International Students. Kualifikasinya dia Ph.D lho padahal, di bidang filosofi. Matthew ini sudah BANYAK sekali membantu saya semenjak semester pertama dulu. Dan orangnya sungguh kebapakan. Setiap orang yang kenal dia rata-rata komentarnya sama: “He’s lovely!”. Dan bagi saya, he’s one of the most encouraging people I’ve ever met. Dia SABAR banget menghadapi berbagai macam siswa dengan keluhan yang berbeda-beda. Kadang-kadang malah saya datang ke dia cuma karena pengen curhat soal lit review saya… Selain kesabaran dia, saya juga kagum dengan caranya memperlakukan para siswa. Everyday, he has a long line of students waiting to have consultation with him. Dan sepertinya dia hafal nama SEMUA siswa yang datang. Pernah waktu saya konsultasi sama dia, dia bikinin teh untuk saya. I also love his room. Dia memajang berbagai macam souvenir dari beberapa negara di ruangan dia. And the view from his window is just awesome, secara ruangan dia di lantai 5 Menzies Building, dengan jendela yang menghadap ke arah pelabuhan, with a view of the sea glistening under the sun.Oh, dan saya juga ngasih kenang-kenangan ke diaaaa…3. My FRIENDS!
Iin housemate tercinta teman seperjuangan – M’Gita yang nemenin di Caulfield sampe tengah malem – M’Devi yang suka bareng di PG Room Matheson – Dinni yang suka gangguin ga jelas – Wilud – Rosy di Banjarbaru – P’Iksan yang membuat keinginan jadi model-wanna-be akhirnya kesampaian – Dian Hatianindri my other housemate yang menemani perjalanan naik bus 900 dari Caulfield – Xue, Jamie, Lu, Michael, and my other good fellows at School of GES, it’s been wonderful to know you all – Novie, temen chatting dan diskusi tentang sooo many things *btw, I finally took the picture of “him” and “her” if you know who are the people I’m talking about* - Nina Rezki Amelia, whoo keeps on reading my unimportant posts :D – Reeeeiiiii….mizzz you so – Taibah and Wafaa’h, we MUST catch up once I arrived home – Era dan M’Fike yang nemenin jalan-jalan kalo udah setres tingkat tinggi – my STUDENTS, yang somehow ngangenin walopun they can be so annoying sometimes with those ABG style of writings - ALL of my friends who support me and keep telling me to go on.. so sorry that at the moment I can’t seem to remember anymore names, anyway, you know who you are guys.
So, let’s celebrate the day!

Me vs My Thesis: Season Finale - Episode 2: My Supervisor

Gyahahahaha…topik paporit saya dah! Bahkan kadang-kadang saya merasa saya lebih tertarik untuk membicarakan si supervisor ini dibanding tesis itu sendiri. Anyway, supervisor saya adalah Assoc. Prof. Christian A. Kull, yang saat ini menjabat sebagai Honours coordinator di School of GES merangkap Deputy Head of the School. Masih muda, kayaknya baru awal 40an gitu deh… Tapi tolong ya diliat lagi itu titel, Associate Professor! Dia dapet gelar Ph.D dari UCLA, dua gelar Master yang mana salah satunya adalah dari Yale University. Gila ajah. Kebayang ga sih?

Saya udah menjadikan dia sebagai dosen favorit semenjak semester kemaren, waktu saya ngambil mata kuliah Resource Evaluation and Management. Okelah, pertama kali dia masuk dulu yang saya perhatikan adalah.. “ih, ganteng juga ni dosen…” *secara ya, saya punya kelemahan yang spesifik sama lelaki berkacamata*. Tapi cara dia ngajar asli keren banget. Waktu ngajar juga suka becanda gitu, dan becandaannya dia ga garing. Dan saya inget banget, dia dengan girangnya suka mengakses Google earth di kelas, sambil ngomong : "Yeaaahhh... look at how we fly to that city in Madagascar... I just can't help it, it's just too much fun using this funky site..." dan dengan penuh semangat menunjukkan suatu lokasi di Madagaskar dan berseru: "Look...look...! That's where I used to live! Gee... I've never imagined before that I could see it again on this screen...". Dan salah satu hal yang membuat saya agak terpana, kelas itu kan lumayan gede ya, ada sekitar 60-70 mahasiswa. Tapi pernah waktu saya berpapasan sama dia di jalan menuju perpus, dia lagi jalan sama dosen lain, dia senyum dan menegor saya duluan: “Hi!” katanya. Saya sempet syok. I mean, di kelas sebesar itu dia masih bisa mengenali wajah saya?

Anyway, saya sungguh bersyukur mendapatkan dia sebagai supervisor. Waktu menerima e-mail dari dia saying that he would be happy to be my supervisor, saya oh-sungguh-bahagia-sangat-senangnyaaaaa.... Dia salah satu expert di bidang resource management ini. And in my eyes, he’s just sooo humble. Dengan kualifikasi seperti dia, dia tetap ramah, and he is one of the most encouraging people I have ever met. Until now, I’m still amazed that my supervisor was not only revising the context of my thesis, he also did the editing things! Gee, I have an associate professor fixing up my grammar and spelling… And I’ve never heard him complains about this (well, at least not in front of me). Waktu saya minta maaf soal my poor grammar, he just laughed and said, “Well, English is not even your second language. And doing a Master degree in a third language like you’re doing now is such a great achievement!”. Jadi inget, kemaren dia memperbaiki draft saya di depan saya sambil ngomong gini: “Put “the” here, omit it from there, and put another “the” here. Don’t ask me why.”. Saya dengan polosnya ngomong gini: “Because that’s the way it is?”. Dia ketawa dan menjawab: “Exactly. Besides, I’m just using the language, so I’m not the one that should be responsible for any confusion about this language”.

Pernah juga waktu week 9, kan sebelum konsul ke dia saya ada group meeting di lounge yang menghadap tangga menuju ruangan dosen GES. Kebetulan dia turun bareng Priya, (dosen lain di GES yang juga adalah sahabatnya, mereka berdua kompak banget dah pokoknya) dan melihat saya dengan temen-temen sekelompok saya. Dia tersenyum dan melambai pada saya. Waktu naik lagi sama Priya, dia menoleh lagi, dan melihat saya masih ada disana dia kembali tersenyum dan melambai. Jamie sampai berkomentar “Why he has to be so nice??? He keeps on waving his hand to you!”. Saya nyengir, apalagi supervisornya Jamie, si Priya, malah ga noleh sama-sekali ke Jamie. Pas Week 10, dia jadi guest speaker untuk kuliah Political Ecology di kelas saya. Dan dia menyapa saya di depan kelas. Apalagi waktu pas sesi tanya jawab, kan saya angkat tangan buat nanya tuh, dan waktu dia dengan senyum manisnya itu menyambut pertanyaan saya sambil ngomong: “yes Utami, please…”, beberapa teman saya langsung menoleh ke saya. Pas break, ada yang nanya, “how does he know you?”. Gyaaaaa…banggaaaa… senangnyaaaa *lebay oh lebaaaaay…*

Saya suka dengan ruangannya, yang menurut saya salah satu ruangan dosen yang paling banyak punya sentuhan pribadi. He got the pictures of his sons, his wife (ihik…sudah ada yang punya euyyy…), some drawings from his son *lengkap dengan tulisan anak kecil: “for Daddy”*. Saya inget, semester kemaren waktu dia menjadi salah satu guest speaker untuk mata kuliah Frontiers in Environment and Sustainability, dia membawa anaknya. Duh, jadi inget waktu Abah masih ngajar dulu dan saya suka ikut… Waktu guest speaker lain berbicara, saya sempat melihatnya membisikkan sesuatu di telinga anaknya yang dengan tekunnya tengah menggambar, kemudian dia tertawa dan mengacak-acak rambut anaknya itu, sementara anaknya menyandarkan kepalanya di bahunya. Owww...it was sooo sweet, wasn't it?…

Kalau konsultasi, we often talk about some other things, about approaches in life, for example. Or how the French people are so proud of their country. Or how he has a good life, but a busy one *”school - day care - nanny - babby sitter - conference- honours -seminars”*. Saya kadang-kadang suka “ngeledek” dia soal betapa sukanya dia sama Madagaskar, waktu dia bilang: “I’m going to France. I am arranging a conference there about forests and their management”, saya dengan wajah usil nanya: “forest in Madagascar AGAIN, I suppose?”. Dia langsung ketawa dan melambaikan tangannya “Come on… Don’t say that!”. Saya nyengir, and said “I didn’t say that. Oh, okay, I did say that. Sorry, just can’t help it”. Dan dia langsung menjawab: “Yeah, just like everyone else…”.

Pas konsultasi di Week 13, saya sempet keceplosan ngomong: “Yeah,one more week and I just can’t wait to kick this thesis out of my life”. Ups! Waktu saya nyadar apa yang sudah saya omongkan itu, saya langsung menutup mulut saya dengan ekpresi bersalah. Christian langsung ketawa: “It’s okay, I know how it feels.” Apalagi waktu dia baru inget kalo saya selain ngerjain thesis juga masih ngambil mata kuliah Political Ecology dan Environmental Revolution. “Geez, you have such a busy semester!” katanya.

Kalo diitung-itung, saya cukup intense juga sepertinya konsul sama dia. I had 6 consultations. Artinya sepanjang semester ini saya konsultasi setiap 2 minggu sekali. (Ayah saya aja sampai hafal jadwal ini, dan tiap pagi meng SMS saya untuk mengingatkan jadwal konsultasi saya). And I really enjoy each consultation. He has given me not just a supervision for my thesis, he also gives me the support, encouragement, wonderful laugh…

Pas terakhir konsultasi itu, secara saya tidak yakin kapan bisa ketemu dirinya lagi, pas konsultasi inilah saya ngasih kenang-kenangan buat Christian. Miniatur rumah Banjar. And he was soooo exicted to see it. “This is AWESOME!” katanya dengan takjub, memutar-mutar miniatur dalam kotak kaca tersebut. Sekilas, dia jadi terlihat seperti anak kecil *gyahahahaha.... dgn gelar assoc.prof nya itu lho!* waktu dengan wajah penuh semangat bertanya pada saya:”This is so cool! Tell me more about it, is this the kind of the house that Banjarese built in swamp areas and rivers?”. Ohh, dan aku berhasil berfoto bersama dirinyaaaaa!! Gyahahahahaha.... Senangnya oh senangnyaaaa... Liat deh mukaku yang sumringah...
Pendek kata, syukur Alhamdulillah bisa punya supervisor yang sungguh baik seperti dia. He’s an excellent one. As I have written in my acknowledgement, it is because of him the writing of my thesis becomes an enjoyable experience in my academic journey. Lots of people have crossed my path in this life, and he is among some who really inspires me.

Me vs My Thesis: Season Finale - Episode 1 : It All Begins with and Ends With…

The journey of me and my thesis began in week 0 (one week before week 1 of the semester) and ends in week 14. Seperti yang sudah saya ceritakan disini, diawali dengan e-mail dari officernya School of GES yang mengkonfirmasikan apakah saya jadi ato nggak ngambil research project. Setelah dapet approval dari ketua jurusan saya, berburu supervisor dan mendapatkan Christian sebagai supervisor. Alhamdulillah…

Week 2: first consultation with Christian. I remembered that at that time I entered the door with doubt about what I am going to do. Tapi Christian dengan wajah sangat bersungguh-sungguh mendengarkan saya tentang minat saya. He recommended some readings to me, which was very helpful.

Week 5: mensubmit draft pertama saya untuk bagian introduction and literature review. And my room was a mess in the night before the morning I submitted it. Christian waktu itu lagi ada di Thailand for a conference, so I did it by e-mail. I sent it in the morning, and I already got a reply at 3 PM! That was quick!

Week 8: draft kedua untuk bagian literature review

Week 9
: konsultasi lagi, membahas revisi yang saya submit di minggu sebelumnya. BANYAK sekali coretan. Menurut supervisor saya, I wrote it more like a scientist, while I actually have to write it from the perspective of a political ecologist. Duh… Saya waktu itu bener-bener clueless about what should I write and how. Mana pada hari itu, saya juga ada group meeting dengan temen-temen sekelompok saya untuk presentasi Environmental Revolution, dan sejam setelah konsul dengan supervisor, kelompok saya mesti konsul dengan Priya, dosen kami untuk masalah presentasi kelompok itu. Put simply, it was not a very good week.

Week 10: workshop untuk mahasiswa GES yang ngambil research project. Saya duduk di sebelah ABC, mahasiswa yang-pintar-banget-dan-sadar-kalo-dirinya-pintar itu duduk di sebelah saya. KEBETULAN sekali ABC ini supervisornya sama kayak saya. Dan begitu dia dengan wajah lempeng abis mengeluarkan tesisnya YANG SUDAH JADI UNTUK SEMUA BAB SETESIS-TESISNYA dan meletakkannya di depan meja, saya langsung histeris: “You have finished?”. Dia menoleh: “Yes. I just need to do the conclusion”. Saya langsung berdiri dan ngomong: “Do you know ABC, I don’t want to sit next to you! You’re just soooo intimidating”. Dia malah menatap saya, dan dengan kejamnya berkata: “But Christian wants us to finish by mid of May, because it would take him around 10-14 days to read the draft”. Hoho… BUAT ELU TUH SAMPE MID OF MAY! Saya mah, per chapter sajah… Oh, dan sedikit soal ABC dan draft thesisnya ini pernah saya posting disini.

Week 11: Submit chapter tentang bagian data findings di hari Senin, dan konsul di hari Jum’atnya. Di konsultasi inilah tercetus masalah “Be Cool and Comfortable” itu. Anyway. Not so many revision. Lagian mungkin saya udah mulai bisa meraba gaya bahasa seperti apa yang disukai supervisor saya ini

Week 12: berjuang mengumpulkan data tambahan untuk mendukung analisis saya. Di minggu ini juga, selain berusaha menyelesaikan bab analisis tersebut, saya jungkir balik berusaha menyelesaikan essay 3,500 kata untuk mata kuliah Environmental Revolution tentang “wilderness preservation” plus ANOTHER 3,500-word essay untuk mata kuliah Political Ecology, tentang Community-based Natural Resource Management. Saya sampai boseeeeen sekali mengetik kata-kata “community”, dan rasanya refleks pengen menendang siapapun yang mengucapkan kata: “wilderness” atau “paradigm-shift”. Minggu ini saya sampai mulai bela-belain ke perpustakaan di kampus Caulfield yang buka sampai tengah malam, dan membooking PG Private Study Room. Percayalah, berusaha menulis tentang TIGA topik yang berbeda, dengan due date yang menggantung setengah meter di depan idung, it’s not something that will be on my list of favourite things. I feel like I was not a very nice person at that moment. SENSITIP ABIS.
*PS: have a look a the picture. Something is wrong. Go figure :D*

Week 13: Seminggu sebelum due thesis ini. Di hari Senin saya mensubmit chapter terakhir, bagian analisis data. Sebenernya saya juga tidak begitu yakin tentang bagian analisis ini. Secara sambil mengerjakan chapter ini saya juga berusaha finishing touch essay Environmental Revolution yang dikumpul hari Rabu di minggu ini, plus menyelesaikan essay political ecology yang due di hari Jum’at. Hari Jum’at, konsultasi lagi sambil membawa bab conclusion. Waktu kami duduk, secara bersamaan kami ngomong: “So, one more week!”. Dan betapa leganya saya waktu Christian sambil tersenyum mengembalikan draft saya untuk bab ini yang sudah dia koreksi sambil berkata: “I don’t find anything to worry about. I just did some editorial comments, and overall, it’s good!”. Saya langsung tersandar di kursi saya dan berkata: “Thank youuu… it is SUCH a relief to hear that”. Conclusion saya langsung diperiksa di tempat. Untunglah tidak banyak perbaikan. I made an appointment for “one more final last consultation” di Jum’at depannya.

Week 14
: berusaha membaca artikel-artikel from some big thinkers (Agrawal, Sillitoe, Escobar, Berkes, Colfe, Banerjee..), membaca kembali coretan-coretan Christian di draft saya, until I finally got some clearer idea. So, I erased around 500 words from my lit review, and replaced it with… Another 1,200 words. Oh My God, I’m just sooooo in trouble with the word-count. So I dropped this fourth draft of my lit review in his mailbox on Tuesday, and e-mailed him about that. I still need to revise my draft on the other chapters based on the feedback, writing up the abstract, making sure that all the references are put in and written in the correct format. Tapi entah kenapa, di hari Rabu I feel exhausted. All that I did was only random things without any particular pattern nor purpose. I feel like I’ve wasted one whole day. But somehow, I managed to finish everything that I need to do on Thursday night. Anyway, jadilah hari Jum’at itu saya konsultasi TERAKHIR dengan supervisor saya itu. Anyway, rasanya beban di pundak saya langsung terangkat begitu denger sang supervisor ngomong “it’s better than the previous one” sambil tersenyum. We discussed the abstract, a few other things, and..that’s it! “So, Monday, June 15. Ready? I’m sure that you can do it.”, katanya sambil tersenyum. Rasanya gabungan antara senang, lega dan sedih waktu akhirnya harus pamitan sama dia. Waktu pamitan, saya bilang ke supervisor: “Thank you so much. It was such an amazing experience to work with you. I am forever grateful.” He smiled, and said : “My pleasure too. Wish you all the best luck!”. Duh, lega karena akhirnya selesai juga, but at the same time, saya juga agak sedih, because I really do enjoy our consultations. Anyway, saya ke PG room lagi, mengetik perbaikan dikit di bagian literature review yang barusan dibalikin itu, plus abstract, halaman judul, and THAT’S IT! I’m finished!
Waktu ngeprint di bawah, saya memandangi tiap lembar kertas yang keluar. Perasaan saya campur aduk. Lega, sedih, tidak percaya, merasa senang karena saya sudah merasa berusaha melakukan yang terbaik, tapi anehnya pada saat yang sama saya juga sedikit menyesal for I feel that I could do something better (what a paradox). Hari Sabtunya saya nyempetin ke perpus Caulfield, karena printer warna yang di perpus Matheson, kampus Clayton rusak. Padahal ada dua halaman thesis saya yang ada gambar peta.

Week 15: Senin. 15 Juni. Deadline of the thesis. Dengan deadline hour jam 12 siang, saya mengumpulkan dua rangkap thesis ke ruangannya Bianca. Saya ternyata orang kedua yang mengumpul. I supposed the first person is ABC. Waktu saya lagi mengisi form, Cameron dan supervisornya, Wendy, masuk dan mengumpulkan juga. Setelah mengumpulkan form, selesai. That’s it. It’s the end. Alhamdulillah…

Sabtu, 13 Juni 2009

BAARUUUUU!!

Yeeeeeeaaahhh.....
Gini nih kalo lagi ga ada kerjaan *pura-pura ga liat kamar yang berantakan*.
Setelah sekian lama menelantarkan situs di blogspot, saya jadi mencoba-coba sesuatu yang baru. Mulai dari ganti template. Template yang lama kayaknya udah sekitar 2 tahun lebih gitu ga pernah saya ganti.

Dan ternyata, saya itu picky banget yaaa... Nyari template aja pertimbangannya banyaaaaak banget. Tadinya sempet sok-sok an mau berbau nature or something like that. Ceritanya untuk menjustifikasi status saya sebagai mahasiswa jurusan environment. Tapi tetep aja ga ada yang ngena. Ada template yang berasa megang di hati, ribet. Mesti aplot gambar-gambarnya dulu lah, ada yang mesti diganti lah. Dan saya ga mau pake background gelap lagi. Kan saya ingin bermasa depan ceraaaah.. :D. On the other hand *dooohh..bahasa ala essay masih kebawa nih*, saya juga ga mau pake background warna putih, berasa silau gimanaaaa gitu lho.

Anyway, akhirnya saya memutuskan pake template ini dulu. Lucu, imut, simpel, dan gambar burung kecil yang manis itu bisa sedikit mengarah ke hal-hal berbau lingkungan kan? kan? KAAAANNN???

Selain ganti template, saya juga ganti judul blog. Because now that's what I feel. I know that my self and my life are not perfect, in fact I would never be *a rhetorical question: who on earth would ever be perfect and having a perfect life, anyway?*. But I am happy with my life, because the imperfection of my life is something that makes it perfect for me.

Anyway, karena ganti template ini pula, berbagai macam printilan yang dulu ada menghilang dengan suksesnya. Pensiun dah judulnya. I'll fix those things later. For now, I'm happy enough with this new change :D.

DONE!... Alhamdulillah...

After 13 weeks of work, supported by love and prayers from my beloved family...


Alhamdulillah...


Jumat, 12 Juni 2009

And I Will Never be the Same...

Dua semester sebelumnya, setiap akhir semester, I usually took some times to reflect about what I have been learnt. believe me, there's A LOT of things that I learn about, experiences that I've been through...

Akhir semester ini juga adalah akhir masa studi saya disini, as an international student, enrolled for the course Master of Environment and Sustainability, School of Geography and Environmental Science, Arts Faculty, Monash University (tsaaahhh...lengkap bo'!).
Semester ini saya cuma ngambil 2 mata kuliah, Environmental Revolution dan Political Ecology, plus minor thesis.

Environmental Revolution class was amazing. Interesting and controversial readings, insightful discussions, some fun activities. Meskipun tiap minggu mesti jungkir balik membaca 5-6 reading materials with a total around 100 pages, dan berusaha mensubmit rangkuman dari SELURUH reading itu hanya dalam lima kalimat. But I do love this class. Dan waktu kuliah terakhir kemaren, I really feel that I'm going to miss this class, and Priya too. At the end of the class, Priya said: "Thank you for this semester. I really enjoyed it, it's been a very insightfull experience being with all of you this semester". Salah satu final remarks dari Priya: "after completing this course, you can go back and do whatever you want to do. But I want you to keep on reflecting on your self, asking the question that you have learnt from this class that might never crossed your mind before, about what it means to be for being human and being exist in the environment". Dan kita semua langsung tepuk tangan, and thank her. Selesai kelas juga saya mendatangi Priya, and told her how I really feel that this class has been an amazing experience.

Political Ecology is another awesome class. We practically have people all around the world in the class. Alberto dari Italia, si ganteng Sebastian dari Kolombia (even though he's such a Malthusian person), Andrew dari Sudan, Niti dari Kamboja, Cate the sweet pie dari Brisbane, Ken dari Australia yang ternyata do some volunteering works di Palangkaraya, Juan dari Paraguay yang suka lebay (gyahahahaha...), Kyle, M'Febby si suami seleb dengan wajah sok lempengnya (Mas, you really have to find another food supplier for you next semester!). Aaaahhhh... It's just wonderful to have so many people from all around the world in the class, sharing thoughts, experiences and ideas about this world. The discussion and debate was fascinating!!! I can't help myself to smile everytime I remember how our group of 6 people just can't reach a single convention, and just decided to go ALTOGETHER in front of the class to do the presentation (while the other group only have 1-2 speakers for each group). Such a messy presentation, but I love it. The other thing about this class is the lecturer. Craig, one of the lecturer has a great passion about Indonesia. So he always has the case study from Indonesia, and everytime he shows the picture he took from his journey and work in Indonesia, saya jadi semakin merindukan tanah air saya...

And my minor thesis?? It's just soooo weird. I can't wait to submit this thesis next Monday, on June 15. All I have to do now is only print it out. But at the very same time, I know that I am going to miss the whole process of writing this thesis, and all the things about it. Doing the readings, writing, drafting. Thank's to my supervisor, who has given me not just invaluable insights during our discussion, but also wondeful time and laughter...
But, oh well, I'll have a special posting about this thesis.

Senin nanti, begitu saya mengumpulkan tesis ini kepada Bianca, administration officernya kami, my semester officially finished. Tinggal menunggu pengumuman nilai tanggal 17 Juli nanti, dan wisuda di tanggal 23 Juli.

The first time I came here, saya merasa punya sedikit pengetahuan tentang lingkungan. Hey, I did environmental chemistry for my undergraduate, anyway! Tapi seiring dengan berjalannya waktu selama saya kuliah disini, betapa sedikitnya yang saya tahu itu. All of this time, I view the environment from one small window called "chemistry". And my study here makes me realize that there are so many other windows to view the environment, each of it offers different perspective and insights. So many people and experiences have crossed my path here. so many things that I learnt here have reshaped me.

I will never be the same again...hopefully a better me...

Alhamdulillah ya Alloh.... Berjuta kata syukur dan sujudku tak mampu rasanya membalaskan nikmat ini, hanya darimu Ya Robbi...